Menyongsong Rehabilitasi Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

Menyongsong Rehabilitasi Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Foto: klhk

jpnn.com, BOGOR - Fenomena banjir dan longsor serta kondisi lahan kritis seluas kurang lebih 14 juta Ha, menjadi alasan pentingnya upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), sebagai bagian pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia. Keberhasilan RHL memerlukan dukungan semua pihak terutama masyarakat, sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak semua pihak dapat berkontribusi aktif dalam mendukung RHL berbasis masyarakat.

Ajakan tersebut dikemukakan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), Ida Bagus Putera Parthama, saat menutup Workshop Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI), di Bogor (2/8).

"Persoalan pengelolaan DAS sudah sangat dipahami oleh kita semua, hanya solusinya masih terus kita cari, dan kita bersyukur MKTI menjadi bagian dari komitmen untuk solusi permasalahan DAS yang sangat kompleks ini," tuturnya.

Terkait target RHL sebesar 1,1 juta hektare per tahun, sementara alokasi APBN terbatas pada 200.000 hektar per tahun, Putera berharap, hal ini dapat didukung upaya pendampingan masyarakat, perluasan kerja sama dengan pihak swasta, pemanfaatan teknologi spasial, serta hadirnya inovasi-inovasi baru, baik dalam pendekatan sosial dan pemilihan jenis tanaman yang dituangkan dalam Grand Design RHL.

"Regulasi juga harus kita sesuaikan seiring dengan adanya inovasi, agar memungkinkan kita berpikir, dan menjadi alat yang dapat menjaga inovasi berjalan dengan semestinya," Putera menambahkan.

Sebagaimana telah mengemuka sebelumnya saat pembukaan workshop (1/8), tentang perubahan kebijakan lokasi RHL, dan peningkatan perencanaan partisipatif dalam pemilihan jenis tanaman, hal ini diharapkan Putera, menjadi salah satu inovasi yang dapat meingkatkan keberhasilan RHL.

Untuk target RHL sebesar 230.000 ha di tahun 2019, akan dicapai melalui rehabilitasi hutan dan lahan kritis secara vegetatif seluas 226.000 hektar di 19 provinsi, rehabilitasi hutan mangrove seluas 1.000 hektare, serta rehabilitasi dengan dana hibah seluas 3.000 hektare di Provinsi Sulawesi Tengah dan Jambi.

Senada dengan Putera, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno juga menyampaikan pentingnya peran pendampingan dan modal sosial dalam RHL.

Keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan memerlukan dukungan semua pihak, terutama masyarakat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News