Menyusun Arah Baru Pembangunan Nasional: Urgensi PPHN Dalam Tata Kelola

Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH - Anggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI Perjuangan

Menyusun Arah Baru Pembangunan Nasional: Urgensi PPHN Dalam Tata Kelola
Anggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI Perjuangan Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH. Foto: Dokumentasi pribadi

Nasionalisme Indonesia adalah agregasi kekuatan dari negeri-negeri yang dekat (seperti Betawi, Pasoendan) maupun negeri-negeri yang jauh (seperti Ambon, Celebes, Soematera) untuk melawan penjajahan.

Keputusan untuk bersatu berpadu dalam Indonesia pada dasarnya adalah keputusan politik untuk “melupakan” asal-usul, suku bangsa, dan kelompok budaya.

Dengan kata lain, kebangsaan/nasionalisme Indonesia dicetuskan berdasarkan sesuatu “di atas primordialisme.”

Menjadi Indonesia berarti menghindari benturan politik identitas kesukuan, kedaerahan, primordial (identity politics).

Sebab, kita memilih politik kebangsaan (politics of a single nation), yang dalam rumus Soempah Pemoeda 1928 adalah “tumpah-darah, kebangsaan, bahasa” (tempat lahir dan berjuang, identitas nasional, modalitas komunikasi).

Gerakan yang mengusungnya (seperti Kaoem Betawi, Kepandoean Indonesia, Jong Java, Jong Soematera, Jong Celebes, Jong Ambon) merupakan gerakan berbagai suku dari seantero Nusantara, yang ditransformasikan menjadi gerakan besar kebangsaan untuk memerdekakan diri sebagai satu bangsa.

Begitu kuat “imajinasi suprakultural untuk menjadi Indonesia” tersebut sehingga dalam syarat keanggotaan (kewarganegaraan) Indonesia dirumuskan secara nasional:

· “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara” (Pasal 26 UUD 1945).

Terkait PPHN dan kebutuhan amendemen UUD 1945, maka menarik untuk disimak bahwa sejak dilakukan amendemen (1999-2002), UUD 1945 mengalami perubahan signifikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News