Menyusuri Kampung Bersejarah China Benteng

Dupa di Teras Rumah, Kertas Mantra Menempel di Pintu

Menyusuri Kampung Bersejarah China Benteng
Lim Tjin Siu dan keluarganya, warga China Benteng, Tangerang yang terancam digusur. Foto : Thomas Kukuh/JAWA POS
Mewakili warga, Edi berharap Pemkot Tangerang tidak lagi menggusur kampung tersebut dengan alasan apa pun. Dia beralasan, Chinben adalah kampung tua yang punya nilai sejarah. Seharusnya, papar dia, pemerintah bisa mengelola kampung itu sebagai salah satu tujuan wisata, bukan menghilangkan dengan alasan menjadikannya lahan hijau dan melebarkan Sungai Cisadane.

   

Edi mengakui, warga umumnya tak memiliki surat untuk tanah dan rumah yang ditempati. Tapi, menurut dia, dulu warga keturunan Tionghoa di kampung tersebut menjadi korban diskriminasi. Karena itu, mereka takut untuk mengajukan perizinan tanah dan bangunan. "Dulu kami terasing. Maka, tidak ada yang berani," ucap dia.

   

Dalam wihara megah yang dipenuhi lampion tersebut, Edi berkisah singkat soal sejarah kampung itu. "Dulu, di dekat sungai (Cisadane, Red) ada benteng Belanda," katanya.

   

Kisah Chinben dimulai sejak ratusan tahun lalu. Menurut Edi, sejak awal abad ke-19 atau 1800-an, sudah ada warga keturunan Tionghoa yang menetap di bantaran sungai itu. Keterangan tersebut diperkuat dengan Wihara Maha Bodhi (Tjong Tek Bio) yang dibangun pada 1830.

   

Kampung China Benteng tampak seperti museum hidup di Kota Tangerang. Kampung itu ada sejak ratusan tahun lalu. Masyarakatnya menghuni kawasan di

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News