Menyusuri Kampung Bersejarah China Benteng
Dupa di Teras Rumah, Kertas Mantra Menempel di Pintu
Senin, 19 April 2010 – 06:34 WIB

Lim Tjin Siu dan keluarganya, warga China Benteng, Tangerang yang terancam digusur. Foto : Thomas Kukuh/JAWA POS
Sedangkan golongan kedua adalah orang Tionghoa yang datang pada abad ke-18. Mereka mendapatkan restu dan perbekalan dari kaisar Tiongkok. Saat migrasi itu, mereka berjanji tetap loyal kepada Tiongkok dan kaisar Dinasti Qing. Mereka datang dengan kapal dagang Belanda.
Kebanyakan warga Chinben saat ini adalah keturunan golongan pertama. Mereka sudah berasimilasi dengan budaya pribumi, yakni Sunda dan Betawi.
Warga Chinben, umumnya merupakan keturunan dari pernikahan campuran. Hasilnya, penduduk Chinben sekarang nyaris tidak tampak seperti warga Tionghoa pada umumnya. Kulit mereka sedikit lebih gelap. Mereka juga bermata lebar. Meski banyak yang memasang atribut khas Tionghoa, mereka terkadang tidak tahu dengan pasti fungsinya. Dari segi bahasa pun, tidak ada yang bisa menggunakan bahasa nenek moyang mereka. Bahkan, Edi menyatakan sama sekali tidak bisa berbahasa Mandarin. "Ngomongnya gimana, saya tidak tahu," ucapnya lantas tertawa.
Bertahun-tahun berakulturasi dengan lingkungan setempat, warga Chinben justru lebih akrab dengan bahasa Indonesia. Bahkan, logat mereka sangat kental akan dialek Sunda. Edi menjelaskan, Chinben saat ini dihuni warga dengan berbagai latar belakang. Selain keturunan Tionghoa, ada warga asal Jawa, Batak, dan Sunda. Bahkan, semua penganut agama ada di kampung tersebut. "Tapi, semua hidup rukun. Kini kami sama-sama berjuang untuk kasus itu," ujarnya.
Kampung China Benteng tampak seperti museum hidup di Kota Tangerang. Kampung itu ada sejak ratusan tahun lalu. Masyarakatnya menghuni kawasan di
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu