Merajut yang Terpecah-Belah
Jumat, 02 Oktober 2009 – 22:14 WIB
Toh, tak terbantahkan bahwa iklan politik bisa mempengaruhi para pemilih. Tapi saya merasa iklan itu tidak efektif, karena hanya ditujukan untuk mencuri hati 535 peserta munas di Pekanbaru. Bukan untuk pemilih dalam jumlah besar, seperti dalam pemilu dan pilkada.
Lagipula, Munas Golkar di Pekanbaru berbeda dengan sistem pemilihan langsung dalam pemilu yang one man one vote. Munas Golkar justru tampil dengan sistem pemilihan perwakilan, yakni oleh ke-535 peserta itu, dan bukan oleh seluruh anggota Golkar di tanah air. Karena itu, gaya kampanye Surya dan Aburizal melalui iklan itu, saya kira terbilang overdosis.
Apalagi yang namanya iklan, selalu tampil bak "kecap nomor wahid". Mana ada yang nomor dua. Bahkan ada yang bilang, bahwa all marketers is liar! Wah, yang ini saya tak percaya!
***
Syahdan, terdapat dua perbedaan di antara Aburizal dan Surya. Sejauh yang terbaca di media, Aburizal lebih suka membawa Golkar merapat ke tubuh pemerintahan, termasuk "menjinakkan" fraksi Golkar di parlemen - jika boleh disebutkan demikian. Sebaliknya, Paloh ingin lebih mandiri, independen, dengan maksud hendak meraih kejayaan Golkar di masa depan.