Merajut yang Terpecah-Belah
Jumat, 02 Oktober 2009 – 22:14 WIB
Saya tak hendak menguji kedua paradigma itu, yang saya kira sah-sah saja secara politik. Inipun sudah banyak diperdebatkan di media melalui kolom dan opini berbagai pihak. Keduanya toh punya plus-minusnya, dan sangat tergantung kepada pilihan yang diambil oleh Munas Pekanbaru.
Saya hanya membayangkan, siapapun yang menang dalam Munas Pekanbaru mestilah tak membuat Golkar pecah. Andaikan Aburizal yang menang, mengapa ia tak mengakomodasi semua potensi yang ada di Golkar, termasuk Surya, Yuddy dan Tommy? Demikian juga sebaliknya, sehingga Golkar tetap solid dalam perjalanan menuju Pemilu 2014 mendatang.
Alangkah konyolnya jika karena faktor eksternal membuat Golkar pecah. Misalnya, Aburizal menang dan lalu "merapat" ke tubuh kekuasaan, kemudian kubu Surya memilih jalan yang ditempuh Akbar Tandjung, karena Munaslub Denpasar pada 2004 lalu tidak memberi tempat bagi Akbar masuk ke dalam barisan Dewan Penasehat.
Demikian juga sebaliknya, jika Surya yang menang, mestinya semua tokoh Golkar tertampung dalam DPP maupun Dewan Penasehat Golkar. Menang tanpa ngesorake, tapi kalah pun tak disingkirkan. Beda paradigma tak berarti menjadi permusuhan pribadi, karena berpolitik bukanlah urusan pribadi.