Merajut yang Terpecah-Belah
Jumat, 02 Oktober 2009 – 22:14 WIB
Misalkan soliditas itu bisa dipertahankan usai Munas Pekanbaru, saya membayangkan posisi Golkar akan semakin berwibawa dan diperhitungkan. Misalkan Surya yang menang, maka dengan mengakomodasi rivalnya, Aburizal, DPP Golkar toh tetap punya komunikasi politik dengan Yudhoyono yang menjadi presiden lima tahun mendatang.
Menjadi partai yang indepeden tak berarti "bermusuhan" dengan partai yang berkuasa. Politik toh hanya sebuah seni permainan berbagai kepentingan politik, termasuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Nego-nego dan transaksi politik bisa dilakukan sepanjang tidak mengorbankan kepentingan rakyat.
Sebaliknya, jika Aburizal yang menang, maka kulitas dukungan Golkar kepada pemerintahan semakin berkarakter karena di dalam tubuh Golkar masih ada kubu paradima Surya Paloh. Artinya, bukan dukungan tanpa reserve, tetapi dukungan yang kritis, sehingga pemerintahan Yudhoyono tak bisa memandang Golkar dengan sebelah mata.
Sejarah menciutnya Golkar berawal ketika Jusuf Kalla menjadi ketua umum, sehingga tak bisa lagi meraih juara kedua seperti pada Pemilu 1999 dan juara pertama pada Pemilu 2004. Sejarah pahit itu tak lain karena Golkar terpecah hanya karena kepentingan kekuasaan, yang semua orang sudah tahu.