Merasa Kerja di Ruang Kaca
Rabu, 28 Desember 2011 – 18:33 WIB
Selama hampir sembilan tahun saya berproses politik di PKB. Saya beruntung tidak hanya dianggap sebagai kader partai, tapi juga kawan seperjuangan oleh Gus Dur. Lewat beliau saya belajar dalam politik untuk sebuah prinsip yang benar kita harus berani berbeda dengan orang lain, meski kita harus memerjuangkannya seorang diri.
Kok lantas ke PDI Perjuangan?
Ada anggapan artis hanya dijadikan alat pendulang suara bagi partai. Tanggapan Anda?
Kok lantas ke PDI Perjuangan?
Pada 2007 atas pertimbangan Gus Dur karena persoalan ideologi yang tidak diimplementasikan, saya disarankan untuk hijrah ke PDI Perjuangan. Meski pada saat itu saya sudah menjabat Wasekjen DPP PKB. Lewat konsultasi dan perenungan yang saya lakukan, saya memutuskan untuk membuka komunikasi dengan PDI Perjuangan. Kebetulan saya cukup dekat dengan Mbak Ribka Ciptaning.
Komunikasi berulangkali saya lakukan dengan pimpinan-pimpinan partai. Jadi, bukan PDI Perjuangan yang meminang saya, tapi saya yang memutuskan menjadi kader partai banteng moncong putih ini. Bagi saya, keputusan politis adalah hak privat saya sebagai manusia. Tidak bisa karena sekedar dorongan atau ajakan orang lain. Tapi saya memutuskan masuk secara resmi sebagai kader PDI Perjuangan karena pertimbangan ideologi partai yang bisa saya perjuangkan dan implementasikan untuk rakyat.
Sejak 2008 saya resmi tercatat sebagai anggota PDI Perjuangan. Itu pun saya lakukan dengan proses bertahap. Meski di PKB saya dulu sudah menjabat DPP, ketika masuk ‘rumah baru’ saya sadari betul saya harus memulainya dari awal lagi. Saya menjadi pengurus sayap partai, sebagai Sekjen DPP Taruna Merah Putih.
Ada anggapan artis hanya dijadikan alat pendulang suara bagi partai. Tanggapan Anda?