Merasakan Berpuasa dengan Umat Muslim di Jerman

Di Masjid Turkish Dapat Takjil Sup Rempah-Rempah

Merasakan Berpuasa dengan Umat Muslim di Jerman
Foto : Maria Paramita for Jawa Pos

Di Jerman, fase kehadiran muslim dimulai setelah Perang Dunia II. Saat itu, Stuttgart yang terkenal sebagai kota industri serta pusat pabrik mobil Mercedes-Benz menjadi sasaran penghancuran yang utama. Kota tersebut diluluhlantakkan dengan tujuan menghentikan kegiatan industri sebagai tulang punggung perekonomian negara.

Akibat penghancuran itu, sejumlah imigran dari Turki didatangkan sebagai pekerja. Mulai 1961 hingga 1976, sekitar 800 ribu Turkish "sebutan orang Turki" datang ke Jerman. Pada saat bersamaan, penyebaran agama Islam pun dimulai, termasuk pembangunan tempat ibadah (masjid). Kini, hampir setiap kota besar di Jerman mempunyai masjid besar dan puluhan masjid kecil.

 

Walau mayoritas muslim di Jerman adalah Turkish, banyak pula imigran muslim dari negara Timur Tengah, India, serta Bangladesh. Masing-masing komunitas mempunyai masjid. Di kota tempat tinggal saya, Stuttgart, terdapat 10 masjid Turki, tiga masjid Arab, satu masjid India, dan satu masjid Bangladesh. Tapi, jangan dibayangkan masjid di Stuttgart seperti masjid di Indonesia. Umumnya berukuran kecil dan lebih layak disebut musala bila di Indonesia.

 

Masjid di Stuttgart tanpa kubah, tanpa minaret. Bahkan, beberapa tak terlihat seperti masjid. Hanya berupa sebuah ruangan lapang di bagian basement apartemen. Kalaupun ada penanda, sangat minim. Misalnya, masjid Turki di kawasan Marienplatz. Masjid itu sekaligus berfungsi sebagai Islamic Center, sehingga lebih besar dibanding masjid-masjid lainnya.

Bagaimana rasanya menjalani puasa Ramadan di Jerman yang umat muslimnya termasuk minoritas? Mantan wartawan Jawa Pos MARIA W. PARAMITA yang kini

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News