Merasakan Berpuasa dengan Umat Muslim di Jerman
Di Masjid Turkish Dapat Takjil Sup Rempah-Rempah
Rabu, 08 September 2010 – 08:08 WIB
Masjid tersebut berlantai empat. Dua lantai untuk kegiatan umum seperti belajar Alquran, satu lantai untuk jamaah laki-laki, dan lantai teratas untuk jamaah perempuan. Masing-masing lantai dilengkapi dapur, kamar mandi, dan satu ruang makan.
Agak tak wajar memang untuk sebuah masjid karena sebenarnya bangunan itu sama sekali tidak dibangun untuk masjid. Bangunan tersebut tak ubahnya apartemen pada umumnya, kemudian difungsikan sebagai masjid. Tak ada tulisan penanda masjid di depan bangunan itu. Satu-satunya tanda hanyalah hiasan di atap masjid berupa bulan sabit. Itu pun berukuran kecil. Jika tak diperhatikan secara seksama, hiasan tersebut tak terlihat.
Saya dipandu teman saya, Mustafa Hossein, mahasiswa asal Mesir yang sudah lama tinggal di Stuttgart. Tanpa dia, saya tidak yakin bisa menemukan masjid Turki itu. "Di Jerman harus hati-hati pilih masjid. Beberapa di antaranya milik Jamaah Islamiyah (JI)," kata Mustafa ketika saya mencari tahu tentang masjid-masjid di Stuttgart.
Sayangnya, Mustafa tak terlalu hafal masjid mana saja yang berlabel JI. Demi keamanan, dia merekomendasikan masjid Turki di Marienplatz dan Masjid Omar bin El-Kathab di kawasan Ban Canstadt serta satu masjid di lingkungan Stuttgart University.
Bagaimana rasanya menjalani puasa Ramadan di Jerman yang umat muslimnya termasuk minoritas? Mantan wartawan Jawa Pos MARIA W. PARAMITA yang kini
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408