Merasakan Gairah Universal Natal di Kota Besar Jepang

Warga Buddhis Antre Berjam-jam untuk Kado Suami

Merasakan Gairah Universal Natal di Kota Besar Jepang
Merasakan Gairah Universal Natal di Kota Besar Jepang

Tradisi sinkretisme itu yang pada akhirnya bermuara pada sekularisme. Menurut hasil World Values Survey yang dirilis tahun lalu, Jepang adalah negeri paling sekuler di dunia. Mayoritas warganya tak perlu merasa terikat pada ritual atau aturan agama tertentu. Mereka merasa merdeka merayakan hari besar berbagai agama atau kepercayaan. Pertanyaan, ’apa agama Anda’ pun bisa menjadi pertanyaan yang menimbulkan ketersinggungan.

Tak sedikit warga Jepang yang menikah di gereja, tapi ketika meninggal diupacarai di kuil Shinto. Perayaan Tanabata (festival bintang) yang dipengaruhi kebudayaan Tiongkok dan Obon yang berakar pada tradisi Buddha, bisa sama meriahnya dengan perayaan Natal.

Jadi, tak mengherankan jika Kozumi Miyamoto, seorang pekerja di bagian informasi turis di Yokohama, mengaku bisa betah berjam-jam antre demi mendapatkan kado Natal terbaik bagi suaminya. ”Kami bukan pemeluk Kristen, tapi kebiasaan saling memberi hadiah kami lakukan sejak masa pacaran. Ini tradisi yang umum di Jepang. Semua teman yang saya kenal juga melakukan hal yang sama,” katanya.

Senada dengan Kozumi, Haruko Nanami, resepsionis sebuah hotel di Nagoya, juga menganggap berburu kado Natal sebagai kebiasaan menyenangkan. Haruko yang mengaku pemeluk Buddha, biasanya melakukannya dengan teman sejawat atau adik dan kakaknya.

Meski penganut Kristiani tak sampai satu persen dari total penduduk Jepang, suasana menjelang Natal di Negeri Sakura sangat meriah. Terutama di kota-kota

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News