Merasakan Gairah Universal Natal di Kota Besar Jepang

Warga Buddhis Antre Berjam-jam untuk Kado Suami

Merasakan Gairah Universal Natal di Kota Besar Jepang
Merasakan Gairah Universal Natal di Kota Besar Jepang

”Saya biasa membeli kado untuk adik, kakak, atau teman yang memang merayakan Natal. Selain untuk membeli kado, saya juga memanfaatkan berbelanja berbagai kebutuhan. Mumpung lagi diskon,” katanya.

Meski Jepang saat ini juga dilanda krisis ekonomi, kebiasaan itu tak terpengaruh. Jepang dengan pendapatan per kapita USD 33.596 adalah negeri dengan kemampuan daya beli terbesar ketiga.

Apalagi, meski pemeluknya minoritas, budaya Kirishtan –sebutan Kristen dalam bahasa Jepang– juga cukup mengakar di negeri Timur Jauh itu. Agama Katolik dibawa ke sana oleh Francis Xavier pada akhir abab ke-16. Sempat dilarang di era Shogun Tokugawa yang berkuasa sejak awal abad ke-17, penyebaran Katolik mulai hidup lagi pada 1859 dan semakin berkembang seusai Restorasi Meiji. Pada akhir abad ke-19, Protestan mulai masuk Jepang pula.

Namun, budaya sekularisme membuat angka kehadiran ke gereja di negeri itu rendah sekali. Ada anggapan warga Jepang memang tak hirau dengan ritual. Mereka hanya ingat agama ketika perayaan hari besar datang. Seperti bapak-bapak yang rela antre berdesakan di Stasiun Kawasaki tadi. (el)

Meski penganut Kristiani tak sampai satu persen dari total penduduk Jepang, suasana menjelang Natal di Negeri Sakura sangat meriah. Terutama di kota-kota

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News