Merasakan Tinggal di Korea Utara, Negeri Tertutup Sahabat Indonesia

Disambut Girlband Berseragam Militer dan Hamburger

Merasakan Tinggal di Korea Utara, Negeri Tertutup Sahabat Indonesia
EKSOTIS: Wartawan Jawa Pos Tomy C. Gutomo berpose di Kim Il-sung Square. Di belakangnya, ribuan pelajar mempersiapkan peringatan ulang tahun mendiang Kim Il-sung.

Pada 6 April saya sudah mendarat di Beijing. Sebab, pada 7 April semua peserta tur harus mengikuti brifing di kota itu. Brifingnya seputar peraturan yang harus ditaati bagi wisatawan yang akan ke korut dan pembagian kelompok. 

’’Ada 600 peserta tur yang ikut di biro perjalanan kami,’’ kata Josh Green, tour leader saya. Tentu tidak berangkat bersamaan. Dibagi dalam beberapa kloter. Ada yang berangkat 8 April. Sisanya berangkat 9 April. Ada juga yang berangkat dari Shanghai. Pulang- nya juga tidak bersamaan. 

Hari yang bersejarah bagi saya akhirnya tiba. Pada 8 April 2016 pukul 10.00 kami sudah harus berkumpul di terminal 2 Beijing Capital International Airport. 

Josh Green kemudian membagikan selembar kertas seukuran dua halaman paspor yang ternyata adalah visa Korut. Ya, visa Korut memang tidak ditempel di paspor seperti visa-visa dari negara lain pada umumnya. Visa itu harus dikembalikan saat kami meninggalkan Korut. Tidak ada stempel atau jejak lain di paspor yang menunjukkan kami pernah ke Korut. Entah apa alasannya. Tapi, itulah kebijakan pemerintahan Kim Jong-un. 

Kami terbang dengan pesawat Air Koryo milik Korut. Namun, ground handling di Beijing dioperasikan Air China. Makanya, di boarding pass kami tertera Air China, bukan Air Koryo. Proses check-in biasa saja, seperti pada umumnya. 

Air Koryo mengoperasikan pesawat Tupolev buatan Rusia tipe Tu-204-100 yang berkapasitas 210 penumpang. Maskapai itu terbang sekali setiap hari dari Beijing ke Pyongyang. 

Hebatnya, dalam kondisi apa pun, seperti cuaca buruk, Air Koryo tetap akan terbang. Ada dua pilihan penerbangan dari Beijing, yakni Air Koryo dan Air China. Namun, Air China hanya terbang seminggu tiga kali ke Pyongyang. 

Pukul 12.00 waktu Beijing pesawat take off. On time! Setelah take off dengan sukses, kami dihibur tayangan girlband di layar televisi pesawat. ”Ini Mo Ran Bong Band. Girlband kebanggaan kami,” kata salah seorang pramugari yang saya tanyai. Dua jam perjalanan, kami tidak memiliki pilihan hiburan lain selain girlband dengan baju seragam militer menyanyikan lagu-lagu berbahasa Korea itu. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News