Merayakan Kehilangan Atas Tanah
Oleh: Abdul Kodir
Dalam satu contoh kasus ini, kuasa eksklusi termanafestasi melalui UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Tentu saja, UU ini bisa dikatakan sebagai instrumen hukum yang ampuh untuk mengambil tanah dari masyarakat dengan bersembunyi di balik frasa kepentingan umum.
Namun sering kali yang terjadi pembangunan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir oleh elit.
Selain itu, proyek pengadaan tanah atas pembangunan bisa disebut agak otoriter. Bagi masyarakat yang menolak atau belum setuju melepas tanah mereka, maka pemerintah menitipkan uang kompensasi ganti-rugi atas tanah tersebut di pengadilan.
Pada akhirnya, mereka tidak memiliki pilihan apapun dan dengan terpaksa harus menerimannya.
Luput dari Pemberitaan Media
Dalam beberapa kasus, media banyak sekali menuai kritik terutama terkait pemberitaannya yang tidak seimbang.
Hal ini kerap terjadi pada beberapa media terutama media daring yang tujuannya untuk mengejar page view dengan melalui clickbait di mana penyajian judul berita disusun dengan redaksi judul yang provokatif untuk memancing para pembaca.
Sama halnya dengan fenomena pemberitaan pembebasan lahan untuk pembangunan di wilayah Tuban dan Kuningan.
Tanah adalah properti materiel yang dapat dijadikan komoditas karena nilai investasi yang dimiliki. Namun, tanah juga memiliki nilai sosial dan budaya yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat.
- Spanduk dan Penyanderaan Karyawan PT MEG oleh Warga Rempang Jadi Latar Belakang Konflik
- Bea Cukai Dorong UMKM untuk Tembus Pasar Ekspor
- Menteri ATR & Menhan Kolaborasi Perkuat Pengamanan Tanah Aset Negara
- Dukung Kegiatan Keagamaan, KKP Hibahkan Tanah 2,5 Hektare ke Pemkab Jembrana
- Rieke Desak Pemerintah Segera Bayar Ganti Rugi Tanah Mat Solar
- Eks Ketua DPRD Kabupaten Jayapura Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Kuasa Hukum Merespons