MERDEKA ATAU MATI...Arek Suroboyo Berlawan (1)

MERDEKA ATAU MATI...Arek Suroboyo Berlawan (1)
Suasana pertempuran Surabaya. Foto: Istimewa.

Soerjo tak memenuhi panggilan Mansergh. Surat diantar Residen Soedirman, Roeslan Abdulgani dan T.D. Kundan ke markas Mansergh di Batavia-weg (sekarang Jl. Jakarta), pada pukul 11.00. 

Pulang dari markas Mansergh, utusan itu membawa dua pucuk surat. Satu untuk Soerjo tanpa mencantumkan jabatannya. Satunya lagi untuk rakyat Surabaya. Isinya ultimatum; agar menyerah pada Sekutu. 

Sekutu tak main-main dengan ancamannya. Lebih kurang pukul 14.00, pesawat terbang Inggris mengudara di langit Surabaya sembari menyebar pamflet. 

Pamflet itu menyeru rakyat Surabaya untuk datang berbaris satu-satu ke markas Sekutu membawa senjata. Mulai dari senjata api hingga senjata tajam.

Sejata itu dikumpulkan, dalam jarak 2 yard, berjalan dengan tangan di atas kepala, untuk meneken dokumen penyerahan tanpa syarat. 

Beragam cara ditempuh pihak Republik agar Sekutu mencabut ultimatumnya. Namun, hasilnya nihil. 

Doel Arnowo, dari Komite Nasional Indonesia (KNI) mengontak Menteri Luar Negeri Ahmad Soebardjo melalui sambungan telpon, terkait ancaman Sekutu itu.

Soebardjo telah pula berkomunikasi dengan Bos Besar Sekutu, Sir Philips Christison. Tak ada hasil. 

BAGI rakyat Surabaya, lebih baik mati berkalang tanah, daripada hidup terjajah. ======= Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network =======

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News