Mereka Melahirkan saat Mengungsi Karena Letusan Merapi
Tak Mau Anak Pakai Nama Berbau Bencana
Jumat, 29 Oktober 2010 – 07:00 WIB
Dia lalu memandangi bocah laki-laki yang baru keluar dari gua garba-nya. Bocah tersebut berparas elok. Cakep. Rambutnya tebal. Setelah dibersihkan perawat pascalahir, rambut bocah itu seperti disisir rapi jali. Keren.
Sebagai salah seorang warga yang tinggal di kawasan rawan bencana III, mau tidak mau Mujiyati memang harus mengungsi. Dia mulai meninggalkan rumahnya pada Rabu sore (27/10). Itu adalah hari kedua sejak "Eyang" Merapi bangkit dan menyembur-nyemburkan abu vulkanik serta wedhus gembel. Bersama sekitar sembilan ratus orang lain, Mujiyati harus pergi ke balai desa Srumbung.
Tak terbilang kepanikan yang dialami. Yang pertama, dia panik lantaran harus cepat menghindar dari letusan Merapi. Yang kedua, tentu dirinya panik dengan "bawaan" di perutnya.
Nah, kehadiran Mujiyati ternyata ikut menambah kepanikan warga lainnya. Sebab, para pengungsi lain ikut-ikutan berupaya menyelamatkan Mujiyati. "Mati lampu. Semua panik, saya panik. Ada yang jatuh," ungkap Mujiyati. Kepanikan Mujiyati dan para warga Srumbung itu pun ditingkahi gemuruh Merapi yang membikin suasana sangat mencekam.
Lima warga Kabupaten Magelang mengungsi dalam keadaan hamil tua. Kegembiraan pun akhirnya menyeruak di tengah kekalutan dalam pengungsian. Anak-anak
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408