Mereka Melahirkan saat Mengungsi Karena Letusan Merapi
Tak Mau Anak Pakai Nama Berbau Bencana
Jumat, 29 Oktober 2010 – 07:00 WIB
Dalam garis hidup Mujiyati, pengungsian tersebut bakal tercatat cukup kuat. Tak mudah dilupakan. Suasana dan keributannya masih terngiang-ngiang. "Ndak bakal lupa. Ini saja masih takut-takut," ungkap istri Subakir tersebut.
Yang membikin memori itu bakal abadi adalah kelahiran anaknya di tengah-tengah aktivitas pengungsian tersebut.Tak sampai sehari setelah mengungsi, perut Mujiyati mulas-mulas. Kontraksi. Karena itu, dia pun langsung dilarikan ke rumah sakit. "Diantar suami sama penjaga di sana (pengungsian, Red)," kisahnya. Akhirnya, si jabang bayi pun lahir. Beratnya 3,2 kilogram. Sehat.
Mujiyati merasakan kecapaian luar biasa setelah mengungsi lantas melahirkan bayi. Tapi, kegembiraannya memang tak bisa dibendung. Senyum masih terus mengembang dari bibir perempuan dua anak itu. Dia kerap memandangi buah hatinya tersebut. Bocah itu pun tanggap. Sesekali mata kecilnya terbuka dan bertatapan dengan pandangan ibunya.
Siapa nama anak tersebut? Mujiyati belum punya jawaban. Yang terang, dia tidak akan mengabadikan peristiwa letusan Merapi ke dalam nama anaknya. Dia tak mau latah ikut-ikutan orang yang kadang memasukkan suatu peristiwa besar ke dalam nama anaknya.
Lima warga Kabupaten Magelang mengungsi dalam keadaan hamil tua. Kegembiraan pun akhirnya menyeruak di tengah kekalutan dalam pengungsian. Anak-anak
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408