Mereka Melahirkan saat Mengungsi Karena Letusan Merapi
Tak Mau Anak Pakai Nama Berbau Bencana
Jumat, 29 Oktober 2010 – 07:00 WIB
Jadi, barangkali, nama bayi mungil itu tak akan berbau Merapi, erupsi, lava, magma, apalagi wedhus gembel. "Emoh (tidak mau). Mesakke anak kula (kasihan anak saya). Sebab, itu peristiwa yang mengerikan," tegasnya.
Mujiyati dan bayinya bukan satu-satunya peristiwa kelahiran pada momen pengungsian itu. Ada lima perempuan yang melahirkan di paviliun gladiol RSUD Muntilan kemarin. Selain Mujiyati, ada Budiyati, 23, warga Desa Sumber; Sumini, 39, warga Kamongan; Supriyati, 34, warga desa Ngargomulyo; dan Triyanti, 20, warga Mranggen.
Mujiyati, Budiyati, Sumini, Supriyati, dan Triyanti sama-sama punya bayi saat mengungsi menghindari Merapi. Lantaran proses melahirkan yang hampir bersamaan tersebut, paviliun rumah sakit itu pun terasa riuh oleh tangis bayi-bayi mungil tersebut. Beberapa petugas terlihat sibuk mempersiapkan peranti untuk jiwa-jiwa baru itu.
Kebahagiaan Budiyati, warga Desa Sumber, tak kalah besar. Kesan kelahiran itu cukup mendalam. "Ini anak pertama saya," katanya. Kepanikan Budiyati pun campur-baur. Kepanikan sebagai seorang ibu yang baru pertama punya anak plus kepanikan ala pengungsi. Dia masih ingat betul saat lari ke tempat aman bersama ratusan tetangganya. Suara gemuruh dan hujan abu seakan-akan terus mengancam. "Saya takut terjadi sesuatu," kenangnya.
Lima warga Kabupaten Magelang mengungsi dalam keadaan hamil tua. Kegembiraan pun akhirnya menyeruak di tengah kekalutan dalam pengungsian. Anak-anak
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408