Mereka Melahirkan saat Mengungsi Karena Letusan Merapi

Tak Mau Anak Pakai Nama Berbau Bencana

Mereka Melahirkan saat Mengungsi Karena Letusan Merapi
LAHIR DIPENGUNGSIAN: Mujiyati bersama anaknya yang baru dilahirkan di Muntilan kemarin (28/10). Foto: Mukhtar Lutfi/Radar Semarang
 

Jadi, barangkali, nama bayi mungil itu tak akan berbau Merapi, erupsi, lava, magma, apalagi wedhus gembel. "Emoh (tidak mau). Mesakke anak kula (kasihan anak saya). Sebab, itu peristiwa yang mengerikan," tegasnya.

 

Mujiyati dan bayinya bukan satu-satunya peristiwa kelahiran pada momen pengungsian itu. Ada lima perempuan yang melahirkan di paviliun gladiol RSUD Muntilan kemarin. Selain Mujiyati, ada Budiyati, 23, warga Desa Sumber; Sumini, 39, warga Kamongan; Supriyati, 34, warga desa Ngargomulyo; dan Triyanti, 20, warga Mranggen.

 

Mujiyati, Budiyati, Sumini, Supriyati, dan Triyanti sama-sama punya bayi saat mengungsi menghindari Merapi. Lantaran proses melahirkan yang hampir bersamaan tersebut, paviliun rumah sakit itu pun terasa riuh oleh tangis bayi-bayi mungil tersebut. Beberapa petugas terlihat sibuk mempersiapkan peranti untuk jiwa-jiwa baru itu.

 

Kebahagiaan Budiyati, warga Desa Sumber, tak kalah besar. Kesan kelahiran itu cukup mendalam. "Ini anak pertama saya," katanya. Kepanikan Budiyati pun campur-baur. Kepanikan sebagai seorang ibu yang baru pertama punya anak plus kepanikan ala pengungsi. Dia masih ingat betul saat lari ke tempat aman bersama ratusan tetangganya. Suara gemuruh dan hujan abu seakan-akan terus mengancam. "Saya takut terjadi sesuatu," kenangnya.

Lima warga Kabupaten Magelang mengungsi dalam keadaan hamil tua. Kegembiraan pun akhirnya menyeruak di tengah kekalutan dalam pengungsian. Anak-anak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News