Meresmikan Patung Bung Karno di Kaki Merapi yang Sejuk, Megawati Teringat Udara Jakarta
![Meresmikan Patung Bung Karno di Kaki Merapi yang Sejuk, Megawati Teringat Udara Jakarta](https://cloud.jpnn.com/photo/arsip/normal/2023/08/23/presiden-kelima-ri-megawati-soekarnoputri-di-omah-petroek-du-a7bz.jpg)
jpnn.com, YOGYAKARTA - Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri menyebut belakangan ini terjangkiti batuk-batuk akibat polusi di Jakarta.
Dia mengatakan itu saat berpidato di acara Peresmian Patung Bung Karno di Omah Petroek, Dusun Wonorejo, Pakem, Yogyakarta, Rabu (23/8).
Awalnya, Megawati mengatakan tentang kondisi udara di Wonorejo tempat lokasi Peresmian Patung Bung yang bersih.
Dia kemudian mengungkapkan kondisi udara Wonorejo yang berbeda jauh dengan kondisi di Jakarta.
"Makanya, segar, ya, ini (merujuk daerah Wonorejo, red). Loh, iya, loh, coba di Jakarta itu, makanya saya sampai suka batuk-batuk, alergi debulah, alergi polusi, itu, kan, aduh," kata Presiden kelima RI itu dalam pidatonya, Rabu.
Megawati kemudian mengungkapkan sebuah momen ketika berbincang dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas udara di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu mengaku tidak ingin kondisi udara di IKN seperti Jakarta yang belakangan berpolusi.
"Sampai saya bilang ke Pak Jokowi, Pak Jokowi, IKN itu segar opo ora? Iya, kan, beliau bisa bahasa Jawa," tanya Megawati pada Jokowi kala itu.
Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri membandingkan kondisi udara Wonorejo yang berbeda jauh dengan kondisi di Jakarta.
- Megawati dan Paus Fransiskus Bahas Pancasila hingga Pemanasan Global
- Megawati dan Paus Fransiscus Bertemu, Suasananya Seperti Ini
- Soal Penyesuaian Tarif Air di Jakarta, Tim Transisi Pramono-Rano: Ada Rekomendasi KPK
- LPDUK Datangkan Red Sparks ke Jakarta, Duet Megawati dan Bukilic Siap Hibur Penonton
- Paus Fransiskus Minta Megawati Jadi Dewan Penasihat Scholas Occurrentes
- Grafiti 'Adili Jokowi' Kembali Menjamur di Jakarta, Tanda Publik Makin Murka?