Merespons Polemik BMAD Ubin Keramik Porselen, Pengamat Minta Pemerintah Mengkaji Ulang

Merespons Polemik BMAD Ubin Keramik Porselen, Pengamat Minta Pemerintah Mengkaji Ulang
Pengamat politik sekaligus peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam merespons persoalan rencana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas ubin keramik porselen asal Tiongkok maksimal 200 persen yang direkomendasikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Ilustrasi. Foto: Pixabay.com

Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto mengatakan kebijakan BMAD dinilai kurang tepat di tengah tingginya permintaan dalam negeri yang masih belum terpenuhi dari dalam negeri.

“Untuk industri ini, kapasitas produksi saat pada periode penyelidikan anti dumping bahwa dalam negeri hanya mampu menyediakan 70 juta m2, sedangkan kebutuhannya mencapai 150 juta m2. Jelas ada gap atau kekurangan sekitar 80 juta m2 untuk keramik porcelain. Tentu skema impor merupakan pilihan sementara yang paling logis," katanya.

"Bayangkan jika BMAD diterapkan nanti untuk isi kekurangan itu bagaimana solusinya? Jika kebijakan dibuat tidak komprehensif, keruntuhan industri keramik porcelain dalam negeri nantinya sulit dihindari," ucap Darmadi.

Kritik juga dilayangkan oleh Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho yang menilai kebijakan ini akan berdampak terhadap konsumen dan industri secara keseluruhan.

"Kami melihat ada ketidakseimbangan antara tujuan melindungi produsen dalam negeri dan kepentingan konsumen. Dengan pemberian BMAD, harga produk porselen di pasar domestik dapat meningkat secara signifikan, yang pada akhirnya akan memberatkan konsumen," kata Andry.

Rencana penerapan BMAD karena anggapan kebutuhan dalam negeri belum mampu dipenuhi oleh produsen domestik dan akan berdampak pada harga jual yang ditanggung konsumen.

Daripada menerapkan BMAD, Andry mengatakan produsen dalam negeri harus meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi. Andry menilai langkah tersebut akan berdampak lebih panjang bagi industri keramik di Indonesia.

"Daripada menerapkan BMAD, sebaiknya pemerintah fokus pada upaya peningkatan daya saing produsen dalam negeri melalui berbagai program dan insentif," ujar Andry.(fri/jpnn)


Pengamat politik sekaligus peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam merespons rencana pengenaan Bea Masuk AntiDumping (BMAD)ubin keramik.


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News