Meri Tabuni, Orang Suku Dani Pertama yang Menjadi 'Dokter'
Resep Obat Dihafalkan, Digaji Ubi dan Sayuran
Kamis, 01 November 2012 – 22:33 WIB
Suku Dani di lembah Jayawijaya, Papua, harus bangga punya pahlawan seperti Meri Tabuni. Berkat ketekunan dan keuletan dia, kesehatan masyarakat di pedalaman itu terjaga. Meri tercatat sebagai tenaga medis pertama yang "lahir" di kalangan suku Dani.
M. HILMI SETIAWAN, Jakarta
LOBI gedung bioskop di kawasan M.H. Thamrin, Jakarta, pekan lalu terlihat penuh sesak. Ketika itu sedang dilakukan tapping penyerahan anugerah Pahlawan Indonesia Masa Kini oleh sebuah stasiun televisi swasta nasional. Ada sepuluh kandidat peraih anugerah itu. Masing-masing dibuatkan stan atau booth di kompleks gedung itu. Salah satu yang ramai adalah stan milik Meri Tabuni, perawat atau mantri di Wamena, Jayawijaya, Papua. Tepatnya, perempuan 80 tahun itu tinggal di Tagime, distrik di lembah pegunungan Jayawijaya. Ketika mulai diajari menjadi tenaga medis itu, Meri hanya bisa menggunakan bahasa adat suku Dani dan sedikit-sedikit bahasa asing yang sering diucapkan para misionaris. Dia menggunakan prinsip hafalan untuk mengenali obat tertentu guna mengatasi penyakit tertentu.
M. HILMI SETIAWAN, Jakarta
LOBI gedung bioskop di kawasan M.H. Thamrin, Jakarta, pekan lalu terlihat penuh sesak. Ketika itu sedang dilakukan tapping penyerahan anugerah Pahlawan Indonesia Masa Kini oleh sebuah stasiun televisi swasta nasional.
Kiprah kepahlawanan Meri memang menarik perhatian pengunjung. Sayangnya, dia tidak begitu lancar berbahasa Indonesia. Dia harus dibantu cucunya, Dolly Tabuni, untuk menjelaskan perjalanan hidupnya yang berliku.
Menurut Meri, dirinya mulai merintis menjadi tenaga medis di pelosok pedalaman Jayawijaya saat masih berusia 30 tahun. "Kala itu, saya menjadi pembantu di sebuah peribadatan milik misionaris Belanda," ungkapnya.
Di rumah misionaris tersebut, Meri bekerja serabutan membantu seluruh persiapan untuk peribadatan. Bahkan, dia juga bekerja di klinik kesehatan milik misionaris itu setelah selesai di rumah peribadatan. Dari situlah Meri mulai belajar menjadi perawat, profesi yang langka di daerah lembah Jayawijaya tersebut.
"Nenek saya benar-benar tidak tahu apa-apa saat itu. Beliau kan buta huruf, tidak bersekolah," kata Dolly, cucu pertama di antara delapan cucu Meri.
Baca Juga:
Dengan tekun mengikuti pelatihan hingga praktik langsung menangani pasien, dia akhirnya bisa menjadi tenaga medis. Bahkan, lantaran menjadi satu-satunya tenaga medis di kalangan suku Dani, tugas Meri merangkap-rangkap tugas sebagai perawat, bidan, sekaligus dokter. Tentu sulit dibayangkan. Apalagi, saat itu Meri masih buta huruf.
Suku Dani di lembah Jayawijaya, Papua, harus bangga punya pahlawan seperti Meri Tabuni. Berkat ketekunan dan keuletan dia, kesehatan masyarakat di pedalaman itu terjaga.
BERITA TERKAIT
- SE Terbaru dari MenPAN-RB Rini, Seluruh ASN PPPK & PNS Jangan Abai
- Kemensos dan BKN Gelar Tes Pegawai Disabilitas Netra dengan Sistem Komputer CACT
- Kunjungi Merauke, Mentrans Iftitah Sulaiman Sampaikan Pesan Prabowo untuk Papua
- Produk Pelangsing Bisa Diakses Bebas, Dokter Sarankan Konsultasi Sebelum Konsumsi
- Arus Mudik Nataru, KM Labobar Angkut 20 Ribu Penumpang di Papua
- Tolak Program PSN Baru, Senator Paul Finsen Mayor Minta Presiden Tinjau Ulang