Mestinya Evaluasi Buta Aksara tak Hanya Kuantitatif
Jumat, 21 Oktober 2011 – 20:02 WIB
Selain itu, Arif juga menyebutkan ada tiga masalah yang penting di dalam program penuntasan buta aksara ini. Yaitu, attitude (sikap), habit (kebiasaan), dan dorongan-dorongan bahwa tanpa bisa baca saya bisa punya uang.
Baca Juga:
Artinya di sini adalah, lanjut Arif, ada benturan antara materi dan filosofi kehidupan yang lebih luhur. Nilai-nilai ini dikalahkan, lalu orang menganggap kemampuan membaca tidak penting. Mereka berpikir, lebih baik tidak bisa membaca tetapi punya uang. Mereka tidak tahu bahwa dengan membaca nilai-nilai luhur dari bangsa dan kehidupan itu yang harus lebih dipegang.
“Kalau materi atau uang tidak sustainable (berkelanjutan), tetapi kalau nilai-nilai sustainable. Itu sebabnya, perdamaian dan pembangunan karakter tidak bisa hanya dicapai di sekolah-sekolah yang hanya mementingkan nilai akademik. Harus diukur pada sikap-sikap pribadi seperti kejujuran, bertanggungjawab, dan lain sebagainya,” imbuhnya. (cha/jpnn)
JAKARTA—Dalam melakukan evaluasi program penuntasan buta aksara, pemerintan seharusnya lebih fokus pada faktor kualitatif. Namun sayangnya,
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Komitmen Cambridge English Tingkatkan Pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia
- Dukung Program Pemerintah, Polres Bolmong Bagikan Makanan Gratis kepada Siswa SD
- Menurut Ketum PGRI, Banyak Banget Tantangan Guru Masa Kini
- Menkeu Bilang Tugas Guru Sangat Berat, Mendikdasmen Bicara Sertifikasi PNS, PPPK, Honorer
- Mendikdasmen Abdul Mu'ti Ungkap 295 Ribu Guru Belum Sarjana, Solusinya Sudah Disiapkan
- Wahai Guru PNS, PPPK & Honorer, Inilah Poin-poin Penting Pidato Mendikdasmen