Mestinya, KPK yang Tangkap Anggodo
Rabu, 04 November 2009 – 17:32 WIB
JAKARTA -- Untuk pertama kalinya, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibawah komando Tumpak Hatorangan Panggabean menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, di Senayan, Rabu (4/11). Kasus Chandra Hamzah-Bibit Samad Rianto menjadi tema utama. Dalam rapat tersebut, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Edy Ramli Sitanggang, menyesalkan langkah KPK yang dinilainya lambat dalam menangani kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan. Dalam kasus ini, Direktur Utama PT Masaro, Anggoro Wijaya, sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Juni 2009 namun hingga saat ini masih buron. Baru 10 bulan kemudian, setelah Antasari Azhar ditahan dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, kasus itu kembali dibuka, dimana Anggoro yang tanpa pernah dipanggil KPK tiba-tiba dijadikan tersangka dan dinyatakan sebagai buron. Kepada JPNN usai rapat, Edy mengatakan, Antasari memang meninggalkan sejumlah kasus yang saat ini menjadi bom waktu. Dia mengatakan, KPK di bawah pimpinan Antasari melakukan praktek tebang pilih. Sebuah kasus ditangani sekedar untuk menakut-nakuti pejabat lain yang korupsi. "Ada kasus Anggoro, ada kasus pengadaan damkar. Sepertinya, Antasari ini menggunakan teori 'potong ayam di depan monyet'. Tapi harapannya, agar monyet-monyet itu datang kepadanya," ujar Edy.
Yang disesalkan Edi Sitanggang, kenapa tidak dari awal adik Anggoro, yakni Anggodo Wijoyo, tidak ditangkap oleh KPK. Wakil rakyat asal Sumut itu menyesalkan karena justru penyidik Polri yang menangkap Anggodo pada Selasa (3/11) malam. "Kan sudah lama itu KPK menyadap Anggodo, tapi kenapa tidak ditangkap juga. Malah sekarang KPK kalah cepat dengan polisi yang sudah menangkap Anggodo. Ini ada apa? Kalau sejak awal Anggodo ditangkap, tidak seperti ini jadinya," beber Edy Sitanggang dengan gaya bicaranya yang lugas.
Dijelaskan Edy Sitanggang, kasus dugaan korupsi di Dephut yang diduga melibatkan bos Masaro itu sebenarnya sudah ditangani KPK sejak 2008. Langkah pengusutan KPK berdasar temuan BPK yang menemukan dugaan kerugian negara Rp13 miliar, dari total nilai proyekRp160 miliar. Saat itu, KPK juga sudah melakukan pemanggilan sejumlah saksi dari Dephut, termasuk Menhut MS Kaban juga sudah dimintai keterangan sebagai saksi. "Namun, setelah itu kasusnya seolah-olah olah raib," ujar Edy.
Baca Juga:
JAKARTA -- Untuk pertama kalinya, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibawah komando Tumpak Hatorangan Panggabean menggelar rapat dengar
BERITA TERKAIT
- Bea Cukai dan Polri Bongkar Penyelundupan 389 Kg Sabu-Sabu Jaringan Timur Tengah
- Besok, Presiden Prabowo Sampaikan Realisasi Kenaikan Gaji Guru, PNS & PPPK Makin Makmur
- LAZNAS Syarikat Islam dan BAZNAS Bersinergi Salurkan Rp 500 Juta untuk Palestina
- BAZNAS Angkat Kisah Guru Papua dalam Buku Mengajar di Batas Negeri
- Warga Angkatan 45 Geger, Romiah dan Bobi Mengaku Tidak Kenal
- Pentolan KKB Pembunuh Personel Satgas Elang Berani Nongol di Warung Depan Polres