Metode THR Berpotensi Selamatkan 4,6 Juta Perokok di Indonesia

Metode THR Berpotensi Selamatkan 4,6 Juta Perokok di Indonesia
Ki-Ka: Prof. Ronny Lesmana (salah satu penulis studi Lives Saved Report 2024), Prof. Tikki Pangestu (peneliti dan mantan Direktur Riset Kebijakan WHO terhubung via Zoom), dr. Arifandi Sanjaya (praktisi kesehatan dan pegiat media sosial), dan dr. Siti Nadia Tarmizi selaku direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI. Foto Mesya/JPNN

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI dr. Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan bahwa pemerintah terus melakukan berbagai upaya dalam mengendalikan konsumsi rokok guna menekan 300 ribu kematian dini per tahun akibat merokok. Kemenkes telah menginisiasi Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) sebagai langkah preventif dan promotif. 

Selain itu, regulasi terkait juga terus diperkuat, termasuk penerbitan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan aturan turunannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur produk tembakau, termasuk rokok elektronik. 

"Isu utama adalah perokok anak. Targetnya menurunkan prevalensi merokok pada anak. Apalagi, Indonesia adalah pasar rokok ke-3 terbesar di dunia setelah Cina dan India. Pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok 3 kali lipat lebih tinggi daripada beli telur.,” jelas dr. Nadia.

Sementara itu, Prof. Tikki Pangestu, mantan direktur Riset Kebijakan WHO, menyoroti pentingnya dialog lintas pemangku kepentingan serta penelitian yang lebih berkualitas untuk memahami konteks lokal terkait implementasi THR. Banyak negara maju seperti Inggris, Selandia Baru, dan Jepang telah berhasil menurunkan jumlah perokok konvensional melalui pendekatan THR. 

"Indonesia perlu lebih terbuka terhadap kebijakan ini untuk menekan angka perokok dan menurunkan peredaran rokok konvensional di pasaran,” ujar Prof. Tikki.

Lebih lanjut, laporan ini menekankan urgensi peningkatan riset tentang dampak produk tembakau alternatif serta perlunya peran pemerintah dalam mendukung pendanaan penelitian. Dengan adanya dukungan riset yang memadai, hasil studi dapat menjadi dasar dalam perumusan kebijakan yang lebih efektif.

dr. Arifandi Sanjaya, seorang praktisi kesehatan, menambahkan bahwa berhenti merokok bukanlah hal yang mudah bagi perokok akibat gejala putus nikotin yang dapat berdampak pada kondisi fisik dan psikologis mereka.

“Saya tidak pernah memaksa orang berhenti merokok, tetapi saya mencoba membatasi dosisnya. Banyak perokok yang mengalami gejala putus zat nikotin hingga kolaps,” jelas dr. Arifandi.

Metode Tobacco Harm Reduction atau THR berpotensi selamatkan 4,6 juta perokok di Indonesia pada 2060

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News