Migrants Day 2024, Menakar Urgensi Pendidikan Tinggi bagi Pekerja Migran Indonesia
Oleh Dr. Pardamean Daulay, S.Sos.,M.Si*
Tiga dekade lalu, laporan United Nations Development Programme (UNDP) sejatinya telah mewanti-wanti urgensi pengembangan kapabilitas sebagai pilar untuk mengembangkan kehidupan yang sehat serta bernilai, berpengetahuan luas, dan memiliki akses terhadap sumber daya yang diperlukan bagi standar hidup layak.
Dengan demikian, perlu disadari bahwa pengembangan dan pembangunan kapabilitas tenaga kerja tidak sebatas pada penyiapan tenaga kerja dengan keterampilan praktis sesuai permintaan industri saja. Kita bisa belajar dari langkah moderat Amerika Serikat (AS) ketika diterpa resesi ekonomi pada tahun 1970-an.
Di satu sisi, AS memerlukan kebijakan pragmatis dengan menggencarkan pelatihan-pelatihan keterampilan teknis dalam bingkai ‘link and match’. Namun, di lain sisi, AS tidak mau menanggalkan esensi dari peningkatan kapabilitas manusia.
Pada akhirnya, kendati ditekan oleh para pendukung vokasionalisme, hal krusial yang justru ditangani AS adalah perluasan pengajaran budaya menulis dan mengarang.
Penggiatan literasi berorientasi vokasional terus digalakkan, tetapi filosofi luhur yang mereka usung ialah “krisis budaya literasi adalah bom waktu yang akan memperlemah daya Amerika” (Godzich, 1994). Amerika Serikat ternyata sudah memahami basis utama kualitas sumber daya manusia tidak terletak pada keterampilan teknis semata, tetapi pada upaya revitalisasi mentalitas.
Pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia pada umumnya dan peningkatan kapabilitas PMI pada khususnya tidak bisa terus berbasis pada pelatihan keterampilan praksis. Kita semua mesti menginsyafi paradigma anyar bahwa dalam lesat-pesat laju zaman, keterampilan praksis yang dipelajari hari ini sangat mungkin sudah tidak akan relevan dalam beberapa tahun lagi.
Sebuah riset yang dilakukan oleh McKinsey Digital mengungkapkan bahwa 60 persen dari seluruh pekerjaan yang potensial saat ini, sepertiganya bisa didigitalisasi dan diotomatiskan dengan mesin.
Selaras dengan riset tersebut, laporan The World Economic Forum memprediksi bawah per 2020, lebih dari sepertiga keterampilan inti yang diperlukan belum dianggap penting dalam dunia kerja pada masa sebelumnya.
Benang merahnya, sekali lagi, daya sintas peningkatan kualitas manusia seyogianya tidak hanya bertumpu pada pendekatan berbasis tantangan dan ancaman semata, melainkan berbasis pada penguatan kapabilitas dan mentalitas.
Layanan Pendidikan Tinggi bagi PMI
Peningkatan kapabilitas –melalui jalur pendidikan formal—adalah hal yang strategis. Namun, perhatian kita terhadap upaya aktualisasi PMI masih nihil.
Mayoritas pekerja migran Indonesia ditempatkan di sektor pekerjaan dirty, demeaning, and dangerous. Gaji mereka pun jauh lebih rendah dari pekerja lokal.
- Lewat Program ini PMI di Singapura Dipersiapkan Agar Punya Masa Depan Lebih Cerah
- Perdana, Universitas Terbuka Gelar Wisuda Langsung dari Jepang
- Terungkap! WNI Jadi Korban Kerja Paksa dan Eksploitasi Finansial di Kapal Taiwan
- Menteri Karding Sebut Pemerintah Desa Berperan Kunci Terkait Pelindungan Pekerja Migran
- Dorong Inovasi dan Kolaborasi, Pascasarjana UT Gelar FUSION 2024
- Mendagri Tito Karnavian Teken MoU dan SEB untuk Melindungi Pekerja Migran, Ini Isinya