Militer Menahan Diri, Demokrasi Pakistan Berkembang
Kamis, 20 Oktober 2011 – 06:44 WIB
Tapi, Islamabad menolak memenuhi tuntutan yang dipelopori kalangan advokat, oposisi, dan masyarakat umum itu. Terjadilah gelombang demo besar-besaran.
Pemerintahan sipil yang dipimpin suami mendiang Benazhir Bhutto tersebut goyah alias tidak stabil. "Kalau militer mau mengambil alih, kesempatan itu terbuka lebar. Tapi, itu tidak dilakukan," ujar duta besar kelahiran Ambon, Maluku, tersebut.
Momentum kedua terjadi amandemen konstitusi ke-18, juga pada 2009. Ketika itu terjadi perpecahan atau perbedaan pendapat serius antara pemerintah dan pihak oposisi. Rezim yang berkuasa pun di ambang kejatuhan. "Tapi, lagi-lagi militer tidak mau mengambil alih pemerintahan sipil," terangnya.
Momentum ketiga pada 2010. Saat itu beberapa partai pendukung pemerintah yang berkuasa mendadak menarik diri dan bergabung dengan oposisi. Dengan demikian, poisisi pemerintahan sangat lemah.
Dengan konfigurasi seperti itu, oposisi bisa saja mengajukan mosi tidak percaya karena Pakistan menganut sistem parlementer. Akibatnya, pemerintahan jadi labil. "Kalau mau, militer bisa saja mengambil alih. Tapi, itu juga tidak dilakukan," tambahnya.
ISLAMABAD - Sejak kendali pemerintahan Pakistan berada di tangan Presiden Asif Ali Zardari, kehidupan demokrasi di Pakistan kian berkembang pesat.
BERITA TERKAIT
- Kemlu RI Berharap PM Israel Benjamin Netanyahu Segera Ditangkap
- Operasi Patkor Kastima 2024 Dimulai, Bea Cukai-JKDM Siap Jaga Kondusifitas Selat Malaka
- Hari Martabat dan Kebebasan, Simbol Ketahanan dan Harapan Rakyat Ukraina
- Gaza Menderita, Otoritas Palestina Tolak Rencana Israel Terkait Penyaluran Bantuan
- Indonesia Merapat ke BRICS, Dubes Kamala Tegaskan Sikap Amerika
- Ngebet Usir Imigran, Donald Trump Bakal Kerahkan Personel Militer