Minim, Konsumsi Baja Nasional
Rabu, 10 September 2008 – 12:08 WIB
JAKARTA – Potensi pasar baja nasional masih sangat besar karena konsumsinya baru 30 kilogram perkapita. Angka itu masih jauh dibawah konsumsi baja Tiongkok sebesar 300 kilogram perkapita. Di sisi lain sekitar 70 persen konsumsi baja nasional masih didominasi produk impor. Disamping itu, konflik industri di sektor hilir maupun hulu masih terus muncul sehingga menimbulkan kurangnya harmonisasi antarindustri. Karena itu, sudah saatnya diperlukan kesatuan dari semua stake holder industri yang terkait baja, agar muncul kemandirian untuk pasar dalam negeri. “'Hampir semua industri baja, di luar KS (Krakatau Steel), Gunung Garuda maupun Ispat (anak perusahaan ArcelorMittal), kurang memiliki program terpadu,” lanjutnya.
“Sebagai negara berkembang, daya saing industri baja Indonesia masih kalah dibanding industri baja di negara berkembang lain seperti India,” ujar Ketua Umum Asosiasi Industri Baja dan Besi Indonesia (Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA), Fazwar Bujang, Selasa (9/9).
Baca Juga:
Menurut dia, industri baja nasional kurang memiliki landasan kuat untuk berkembang. Ini bisa dipahami karena sejumlah persoalan yang masih mengganjal.
Baca Juga:
JAKARTA – Potensi pasar baja nasional masih sangat besar karena konsumsinya baru 30 kilogram perkapita. Angka itu masih jauh dibawah
BERITA TERKAIT
- Sertifikasi Halal Lindungi UMK dari Serbuan Produk Luar Negeri
- Kebijakan Perdagangan Karbon Indonesia di COP 29 Dinilai Bermasalah
- Bea Cukai Parepare Musnahkan Barang Ilegal Senilai Lebih Rp 2,25 Miliar, Terbanyak Rokok
- Anindya Bakrie: Kita Harus Dorong Investasi Asing yang Ciptakan Lapangan Kerja
- AS Optimistis Kembangkan Kerja Sama Ekonomi dengan Pemerintahan Baru
- Tali Qrope dan Selang Spring Hose Jadi Sorotan di INAMARINE 2024