Minoritas Sempurna

Oleh Dahlan Iskan

Minoritas Sempurna
Dahlan Iskan di ladang gandum di pedesaan Amerika Serikat menjelang panen. Foto: Disway

Masjidnya bagus. Dua lantai. Ada madrasahnya kecil. Baru dibangun.

Kepada dua orang berkulit gelap di halaman itu saya bertanya: berapa lama lagi buka puasanya? Dijawab: 20 menit lagi. Lumayan. Lebih cepat dari di Hays.

Tapi jangan sewot. Bukan karena mengejar berbuka lebih cepat saya meninggalkan Hays.

Habis berbuka saya diantar teman mahasiswa itu dengan mobilnya: ke hotel saya. Lalu diminta ikut sahur bersama. Dengan mahasiswa lain dari Indonesia. Yang tadi belum berhasil dikontak.

Ada 20 mahasiswa Indonesia di kampus itu. Saya setuju.

Yang Kristen pun ikut sahur bersama: Daniel. Asal Medan. Lagi nambah tahap S3 matematika. Rukun. Terharu. Asyik. Berdiskusi. Pukul 03.30 pagi.

Ada Bung Yanu, asal Blitar ambil S3 pertanian. Akan bikin disertasi dampak pasar modern.

Ia lusan IPB. Sudah sebulan tidak makan nasi: dendam terbalaskan.

Kalau saja kian banyak orang yang pernah merasakan jadi minoritas di lautan mayoritas mungkin baik ya? Sampai tamat SMA saya belum pernah jadi minoritas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News