Minta Gaji Honorer, Dikirimkan Tengkorak

Minta Gaji Honorer, Dikirimkan Tengkorak
Minta Gaji Honorer, Dikirimkan Tengkorak

Ada-ada saja pengakuan beberapa Ketua Komite Sekolah SMP di Kota Tangsel terkait manajemen Dinas Pendidikan setempat dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) dari APBD setempat. Bagaimana tidak, permintaan kebutuhan sekolah tapi yang dikirimkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sebut saja yang dialami SMP Negeri 18 Tangsel.
 
Sekolah  itu meminta uang untuk pembayaran guru honorer, tapi yang dikirimkan tengkorak (alat peraga kerangka manusia untuk mata pelajaran Biologi, Red). Ketua Komite SMP Negeri 18 Tangsel, H Wahyu Wibisana menjelaskan kalau sekolah itu baru berdiri dua tahun lalu. Awalnya kapasitas sekolah itu hanya mampu menampung 180 pelajar.

Tapi karena permintaan warga maka kuota penerimaan siswa dinaikkan menjadi 385 pelajar. Bertambahnya jumlah pelajar, membuat pihak sekolah menambah tenaga pengajar bersatus honorer. Diangkatlah 11 tenaga honorer guna membantu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Akibatnya, pengeluaran sekolah menjadi membengkak untuk membayar tenaga honorer.

Sementara karena tidak ada biaya, pihaknya akhirnya meminta bantuan dana dari Dindik Kota Tangsel. ”Saat minta bantuan dana untuk membayar guru honorer yang dikirim malah tengkorak. Kami juga sudah meminta bantuan komputer dan laptop namun yang datang hanya tengkorang. Itulah kondisimya,” ujarnya juga.

Menyikapi itu, Wahyu lantas mengumpulkan orangtua siswa belum lama ini. Dalam pertemuan itu dipaparkan mengenai kebutuhan-kebutuhan sekolah. Dia berharap pertemuan menghasilkan solusi untuk mendanai kebutuhan operasional yang belum tercover APBD. ”Kami belum resmi menarik sumbangan. Masih membicarakan berbagai kebutuhan. Seperti AC, komputer dan laptop,” paparnya juga.

Senada juga diungkapkan Ketua Komite SMP Negeri 4 Tangsel, Rasyud Syakir. Dia mengaku kebutuhan di SMP Negeri 4 Tangsel saat ini AC dan kursi chitose. Permintaan sudah diajukan ke Dindik setempat. Akan tetapi yang dikirimkan malah mesin jahit dan kursi kayu. Alhasil alat-alat yang dikirim itu mubazir dan tidak digunakan maksimal di sekolah.

”Ini yang harus benar-benar dimengerti oleh Dinas Pendidikan. Mengirimkan barang harus sesuai dengan kebutuhan di sekolah. Jangan asal saja,” ucapnya.

Menanggapi itu anggota Dewan Pendidikan Kota Tangsel Rifky Hermiansyah mengatakan kondisi ini lebih kepada pola pengaturan anggaran Bosda yang tidak sesuai antara keinginan sekolah dan Dindik.

Apalagi, terang Rifky juga, hasil inventarisir pihaknya di lapangan, penyerapan dana Bosda  oleh seluruh sekolah di Kota Tangsel belum mencapai 50 persen. Berdasarkan data yang didapat INDOPOS, serapan dana Bosda di beberapa sekolah masih minim. Seperti di SD Negeri 1 Ciputat baru mencapai 8 persen, SMP Negeri 8 Tangsel baru 23 persen, SD Negeri 1 Ciputat baru mencapai 8 persen.

Ada-ada saja pengakuan beberapa Ketua Komite Sekolah SMP di Kota Tangsel terkait manajemen Dinas Pendidikan setempat dalam penggunaan dana Bantuan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News