Minyak Belut

Oleh: Dahlan Iskan

Minyak Belut
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Kurang lebih begitu juga yang sudah terjadi di pompa-pompa bensin. Bensin yang mahal tersedia melimpah. Bensin yang bersubsidi tetap ada, tapi lebih sulit didapat.

Rakyat mulai terbiasa. Kalau premium habis ambil bensin yang lebih mahal.

Maka saya pun melihat antrean truk yang panjang. Di pompa bensin. Di mana-mana. Di semua kota yang saya lewati pekan lalu.

Mulai Lampung, Baturaja, Musi Rawas, Lubuk Linggau sampai Bengkulu. Mereka harus berjam-jam menunggu tangki pembawa solar tiba di stasiun pompa bensin.

Soal minyak goreng ini, awalnya Menteri Perdagangan M. Lutfi, punya kebijakan dua harga: Rp 14.000 untuk kemasan premium dan Rp 11.000 untuk kemasan sederhana dan curah.

Pabrik minyak goreng mendapat subsidi Rp 3000/liter. Dananya dari iuran kelapa sawit. Sampai Rp 3,7 triliun selama 6 bulan pertama.

Lalu Mendag berubah: kemasan apa pun harganya dibuat sama, Rp 14.000.

Pabrik minyak goreng tetap disubsidi Rp 3.000/liter, tetapi volumenya naik dua kali lipat.

Soal minyak goreng. Sungguh menarik mengamati taktik pemerintah membawa masyarakat ke harga pasar –tanpa demo dan gejolak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News