Misalkan Burung-burung Kota Melbourne 'Terbang' ke Gorontalo

Misalkan Burung-burung Kota Melbourne 'Terbang' ke Gorontalo
Misalkan Burung-burung Kota Melbourne 'Terbang' ke Gorontalo

Melihat burung gagak yang banyak terbang kesana-kemari dan gedung-gedung tua dengan arsitektur eropa klasik di Melbourne, ingatan saya langsung pada film Harry Potters dan film-film macam The Hobbit atau Lord of The Rings, yang sering saya nonton dari hasil copian download seorang kawan. Saya kadang suka berpikir, kapan ya Gorontalo bisa seperti Melbourne? Burung saja punya hak hidup yang layak, apalagi manusianya.

Itu yang saya lihat tentang kota Melbourne baru dari sudut pandang taman yang hijau dan burung-burungnya. Tentu saja udara di sini dijamin sejuk dan bebas dari polusi.

Membahas Melbourne seperti tak ada habisnya. Belum lagi soal transportasi publik yang tidak saja nyaman dan bebas macet, tapi juga sangat accessible atau mudah diakses oleh orang difabel atau yang berkebutuhan khusus, atau bagi orang tua dan anak-anak.

Melihat langsung dan merasakan kehidupan di kota Melbourne meski hanya singkat selama 5 minggu, maka saya semakin yakin dengan predikat bahwa Melbourne adalah kota ternyaman dan paling layak di huni di dunia. Predikat ini sudah melekat sejak tahun 2011 hingga 2014 menurut majalah The Economist. Dan untuk tahun 2015 ini, penilaiannya masih berlangsung.

Tentu akan sangat berlebihan jika saya membandingkan Melbourne dengan Kota Gorontalo, yang saat ini sedang lucu-lucunya membangun image sebagai kota dengan slogan Smart City. Seorang kawan di Gorontalo bilang, “Jangan samakan Gorontalo dengan bule di sana (orang di Melbourne). Dorang (mereka) punya kesadaran tinggi.”

Saya jadi ingat materi kelas Nigel McCharty, jurnalis senior di Australia, yang mengajarkan tentang perempuan dalam media dan peliputan bisnis kepada kami. Nigel bilang kalau kesadaran masyarakat itu karena adanya kontrak sosial. Kesadaran sosial yang tidak dilembagakan. Orang akan saling menghargai satu sama lain; antara pejalan kaki dan pengguna kendaraan seperti mobil. Kalau kita pasti sudah saling memaki di jalan.

Saya sadar diri memang, berlebihan jika membandingkan Melbourne dan Gorontalo. Kenapa tidak membandingkan Melbourne dengan kota besar lainnya di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, atau Makassar. Tapi saya lahir dan besar di Gorontalo, maka sudah sepantasnya saya akan membandingkan Melbourne dengan tempat kelahiran saya.***


Christopel Paino, wartawan Mongabay Indonesia yang ikut program pelatihan jurnalis APJC di Melbourne, merasa terkesan dengan taman-taman di kota


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News