Mobil Dinas
Oleh: Dahlan Iskan
Lalu ada kiosnya. Dua angkringan. Di situ ada termos masa lalu. Ada kaleng kerupuk seperti masa kecil saya. Gelas-gelasnya cangkir seng. Lampunya stromking.
Di situlah bupati menerima tamu. Atau rapat kecil bersama staf. Pun saya. Diterima di situ. Maka saya menjadi tidak sungkan meski hanya pakai kaus, jeans, dan sandal.
Kami seperti sedang ngobrol di warung. Suasana kemiskinan masa lalu, di desanya, dipindahkan ke situ.
Hanya meja kerja dan kursinya yang masih "masa kini". Entah kenapa masih dipertahankan. Saya tidak sampai hati menanyakannya. Jangan sampai ada anggapan saya ini suka cari kelemahan dari satu hal yang sudah begitu baik.
Dari "warung" itulah lahir kepeloporan Sugiri yang lain: menghapus kendaraan dinas sebagai aset Pemkab.
Sebenarnya swasta sudah lama melakukannya. Perusahaan BUMN sudah banyak yang menerapkannya. Tetapi baru di Ponorogo ini ada instansi pemerintah yang berani memulai.
Bupati Banyuwangi sebenarnya sudah melakukan lebih dulu. Tetapi belum total. Sugiri melakukannya "hapus total". Termasuk kendaraan dinas bupati dan wakil bupati. Pun kendaraan dinas ketua DPRD dan para wakil ketuanya.
Dengan dihapusnya kendaraan dinas, katanya, justru tidak ada kecemburuan antara eksekutif dan legislatif. Maka DPRD pun setuju.