Mobil Handphone
Oleh: Dahlan Iskan
.jpeg)
Menurut buku, kapasitas listrik Denza bisa untuk 600 km. Jarak Surabaya-Lasem sekitar 200 km. Berarti P/P 400 km. Mestinya cukup.
Persoalannya: hari itu Denza, grup BYD, diisi enam orang. Itu ikut menentukan boros-tidaknya listrik. Kian berat beban kian boros.
Begitu sampai di Lasem, Kang Sahidin lihat grafik pemakaian listrik: baru terpakai 44 persen. Berarti aman. Pulangnya akan perlu sekitar 44 persen juga.
Tidak. Kami memutuskan pulang ke Surabaya lewat jalur lain: Randublatung-Ngawi. Bupati Blora yang masih muda bertekad menjebol isolasi Randublatung. Caranya: membangun jalan dari Randublatung ke tol Ngawi. Orang Blora bisa ke Solo lebih cepat lewat Ngawi.
Jalan tembus itu berhasil dibangun. Ia terpilih lagi.
Saya ingin merasakan jalan itu. Lewat pukul 00.00 kami berada di jalur itu. Lewat tengah hutan milik UGM. Para mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM melakukan penelitian di situ.
Yang berat dalam membangun jalan tembus itu ialah: harus membangun jembatan untuk melintasi Bengawan Solo. Posisinya dekat museum manusia purba, Trinil.
Jarak yang harus kami tempuh lebih jauh. Maka begitu masuk Tol Ngawi, Kang Sahidin ngebut. Agar jangan sampai tiba di Surabaya setelah subuh. Pagi itu harus tetap olahraga.