Modus Vonis Palsu, Banyak di Daerah
Kamis, 16 Oktober 2008 – 17:32 WIB
JAKARTA - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana mengatakan, tindak pidana dengan cara memalsukan vonis yang terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Medan tergolong nekad. Pasalnya, saat ini sorotan publik terhadap kinerja aparat hukum sangat kuat. Indikasi adanya keterlibatan oknum jaksa dan hakim semakin menunjukan bahwa sistem peradilan di Indonesia sudah hancur lebur. Karenanya, solusi untuk menyelesaikan persoalan seperti ini adalah dengan menciptakan sistem kontrol yang kuat terhadap hakim dan jaksa, yang dibarengi dengan peningkatan remunerasi bagi pegawai rendahan.
"Sangat bobrok. Sama sekali tidak ada perubahan meski katanya sekarang sudah era reformasi," ulas Erlangga Masdiana kepada www.jpnn.com di Jakarta, Kamis (16/10). Dia mengatakan hal tersebut saat dimintai tangggapan atas terbongkarnya kasus pembuatan vonis palsu yang melibatkan oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Medan, hakim di Pengadilan Negeri Medan, dan sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) di sana. Modus tindak pidana yang dilakukan dengan membuat salinan putusan yang berbeda dengan vonis di pengadilan. Vonis disalinan putusan dibuat jauh lebih ringan dari vonis yang sebenarnya.
Baca Juga:
Masalah mafia peradilan semakin rumit penanganannya lantaran, dalam kasus Medan, juga melibatkan pegawai rendahan. "Jadi, di sana juga ada motif ekonomi. Pegawai rendahan yang terlibat hanya butuh uang untuk makan," kata Erlangga.
Baca Juga:
JAKARTA - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana mengatakan, tindak pidana dengan cara memalsukan vonis yang terjadi di
BERITA TERKAIT
- Seluruh Honorer Database BKN Akan Dicarikan Formasi PPPK 2024
- Sebut Kasus Hasto Politis, Todung Ungkit Ucapan Effendi Setelah Bertemu Jokowi
- Langkah Kejagung Menetapkan 5 Tersangka Korporasi Tanpa PT Timah Dinilai Mencurigakan
- KPK Panggil Petinggi BPR Bank Jepara Artha Terkait Kasus Kredit Fiktif Rp220 Miliar
- KPK Periksa Anggota DPR RI Maria Lestari
- Kerja Kapolda Metro dapat Sorotan Buntut Kasus DWP