Monash Meneliti Radikalisme di Sekolah Islam di Indonesia

Monash Meneliti Radikalisme di Sekolah Islam di Indonesia
Monash Meneliti Radikalisme di Sekolah Islam di Indonesia

UIN Walisongo akan menyiapkan beberapa dosen yang telah terlibat lama meneliti isu ekstrimisme di Indonesia yang akan dipimpin oleh Direktur Walisongo Mediation Centre (WMC), Dr. Imam Taufieq.

"Sejauh ini kami sebagai institusi pendidikan juga telah terlibat aktif dengan berbagai institusi seperti Kepolisian Jawa Tengah untuk menangkal paham ektrimisme seperti yang kami lakukan awal tahun ini." tutur Prof. Dr. Muhibbin, Rektor UIN Walisongo.
Bentuk kerjasama yang akan dilakukan dua institusi pendidikan ini adalah dalam bentuk riset untuk memberikan informasi kepada pemangku pendidikan tentang kurikulum, nilai, kegiatan, dan dimensi lain di sekolah Indonesia yang bisa menangkal ekstrimisme dan menumbuhkembangkan tindakan ekstrim.

Monash Meneliti Radikalisme di Sekolah Islam di Indonesia
Agus Mutohar (kanan) salah satu tim peneliti dan bersama Mark Rickinson, Wakil dekan bagian kerjasama Fakultas Pendidikan Monash University Australia.

Foto: Istimewa

Dari pihak Monash University, Dosen Senior Melanie Brooks, pakar ekstimisime di dunia pendidikan yang telah melakukan penelitian di berbagai negara seperti di Amerika, Filipina, dan Thailand akan berkolaborasi secara langsung dengan peneliti dari UIN Semarang untuk meneliti sekolah-sekolah Islam di Indonesia tahun depan.
Dalam diskusi yang dilakukan oleh kedua belah pihak pada tanggal 27 Oktober 2016 di Monash University, disepakati penggunaan framework XvX dari Professor Lynn Davies, Professor dari Machaster University yang menulis buku ‘educating against extremism’.

Dalam bukunya, Professor Davies mengatakan bahwa bisa jadi sebuah sekolah tanpa disadari menumbuhkembangkan tindakan ekstrimisme lewat berbagai aktifitas, nilai, sistem dan kurikulum.

Sekolah seharusnya mengajarkan peserta didik untuk berfikir kritis dalam menyikapi berbagai isu yang berkembang.
Dalam framework XvX, Professor Davies membuat lima dimensi untuk mengetahui apakah sebuah sekolah melakukan aktifitas untuk menangkal tindakan ektrimisme atau sebaliknya.

Pertama, dimensi knowledge atau keilmuan, sekolah yang menangkal munculnya ekstrimisme akan mengajarkan isu-sisu konflik global dan politik yang bisa dimasukkan dalam mata pelajaran seperti ilmu sosial. Selain itu, sekolah juga mengajarkan cara berfikir kritis, literasi media, dan mendorong siswa untuk melakukan diskusi dalam kegiatan belajar.

Sebaliknya sekolah yang bisa menumbuhkembangkan ekstrimisme akan mengajarkan kebenaran yang tunggal tanpa disertai toleransi bagi pihak yang tidak sepaham.

Tim peneliti Monash University di Melbourne dan Universitas Islam Negeri Walisongo di Semarang bekerjasama memetakan paham radikalisme dan ekstimisme

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News