Money Politics: Tilang Saja
Sabtu, 31 Juli 2010 – 01:10 WIB
Perkara money politics sudah rahasia umum. Logikanya sederhana. Untuk menjadi calon gubernur dibutuhkan dana operasional, katakanlah sekitar Rp 20 miliar dan calon walikota-bupati sekitar Rp 5 miliar. Dana sebesar itu sesungguhnya untuk apa saja? Benarkah untuk dana politik belaka, atau juga tertampung juga untuk politik uang?
Jamak diketahui bahwa para kandidat juga mengongkosi massa untuk menghadiri rapat umum. Alasannya, untuk ongkos transpor dan nasi bungkus, yang bervariasi mulai dari Rp 20.000, Rp 50.000 dan ada yang Rp 100.000. Uang itu bagikan secara terselubung maupun terang-terangan. Bahkan, dibarengi lagi dengan distribusi sembako murah.
Jika semua itu dilakukan karena kebaikan hati, amal sosial yang tanpa pamrih, alangkah mulia hati para kandidat dan tim suksesnya. Tapi, ah, tak masuk akal. Yang realistis sajalah, bahwa semua itu dilakukan agar masyarakat memilih sang calon, yang berarti kriteria dan unsur perbuatan money politics telah terpenuhi.
Barangkali, lebih efisien jika untuk kasus money politics tak perlu diajukan ke MK. Termasuk kasus kandidat yang diduga berijazah palsu. Cukup ditangani di daerah Pilkada. Barangkali, juga tak perlu ditangani oleh KPUD dan Panwaslu Daerah, untuk menghindari netralitas yang masih diragukan. Barangkali, bolehlah ditangani langsung kepolisian setempat.