Moratorium Hutan, Bukti Kegagalan Diplomasi RI
Jumat, 08 Oktober 2010 – 07:04 WIB
Baik Elfian maupun Revrisond, menegaskan daripada pemerintah disibukkan oleh agenda LoI dengan kewajiban melakukan moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut, maka lebih baik pemerintah memfokuskan perhatian dan upayanya untuk menuntaskan tata ruang wilayah di masing-masing provinsi. Sebab penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) justru merupakan agenda yang sangat penting untuk segera dituntaskan demi kelancaran proses pembangunan.
Selain itu pemerintah harus mendorong pengembangan industri hilir dari komoditi-komoditi unggalan kita agar kita tidak selamanya di bawah tekanan negara-negara industri maju. "Kita harus segera berhenti mengekspor produk-produk primer atau bahan-bahan mentah," tegas Revrisond.
Sedangkan guru besar hukum lingkungan Universitas Parahyangan Asep Yusuf Warlan mengatakan, implementasi LoI yang mengharuskan dilakukannya moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut masih banyak menyisakan pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Moratorium ini mengandung kompleksitas permasalahan yang sangat tinggi. "Padahal saat ini instrument-instrumen legal yang mendukungnya masih banyak yang belum dituntaskan," tegasnya. (did)
JAKARTA - Adanya muatan kepentingan ekonomi dan politik internasional di balik letter of intent (LoI) Indonesia Norwegia makin mempertegas
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan
- Amplop Berlogo Rohidin Mersyah-Meriani Ikut Disita KPK, Alamak
- Tersangka Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan Bakal Dijerat Pasal Berlapis
- Waket Komisi VIII DPR-LDII Ingatkan Persoalan Kebangsaan Hadapi Tantangan Berat