Mosque of Laredo
Oleh Dahlan Iskan
Saya beri salam. Jabat tangan. Satu per satu. Dokter dari Pakistan. Profesor muda dari Jordan.
Di depannya duduk orang tua gagah: bapaknya. Seorang jenderal pensiunan. Ada profesor teknik dari India, asal Heyderabad. Ada orang asal Sudan. Satu lagi asal Mauritania.
Beberapa kali saya ditegurnya: menyebutnya Mauritius. ”Itu dua negara yang sama sekali berbeda,” tegurnya.
Satu di daratan. Satunya di lautan. ”Tapi terlalu banyak yang salah sebut seperti itu,” katanya.
Tiba-tiba si Mauritus, eh si Mauritania berdiri. Azan. Di dekat dinding masjid. Itulah tandanya berbuka.
Beberapa butir kurma disajikan di meja. Saya pilih berdiri. Ambil melon kuning. Dua iris.
Makanan dijajar di atas meja dekat dinding. Saya tidak bisa melihatnya. Masih ditutupi alumunium foil.