MPR Gelar Seminar Memperkuat Konsistensi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945

jpnn.com, LOMBOK BARAT - MPR RI bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menggelar seminar dengan tema Memperkuat Konsistensi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945, di The Santoso Villas & Resort Senggigi, sebuah kawasan wisata di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (19/8) sore.
Para peserta seminar ini adalah pengurus APHTN-HAN yang datang dari seluruh daerah di Indonesia. Seminar ini menjadi menarik karena beberapa ketua lembaga negara dan mantan pejabat negara juga hadir dan menjadi narasumber.
Mereka antara lain Prof. Arief Hidayat (Ketua MK), Dr. Aidil Fitriciada Azhari, SH., M.Hum (Ketua KY), Dr. Bambang Sadono, SH., MH., (Ketua Lembaga Pengkajian), Prof. Dr. John Pieris (anggota Badan Pengkajian), Prof. Amzulian Rifai (Ketua Ombudsman), Dr. Andi Mattalata (mantan Menkumham), dan Prof. Dr. Mahfu, MD selaku Ketua Umum APHTN-HAN.
Wakil Ketua MPR RI E.E. Mangindaan hadir dan membuka Seminar Nasional yang ditilik dari temanya untuk penguatan konsisten pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945. “Tema seminar nasional ini sangat menarik,” ujar Mangindaan mengawali sembutannya.
Dia lalu mengupas mengenai konstitusi, sebelum sesudah perubahan, yang terjadi dalam satu rangkaian perubahan pada 1999 sampai 2002.
Sebelum perubahan, menurut Mangindaan, UUD Tahun 1945 dalam kedudukannya sebagai sumber hukum tertinggi memiliki sifat yang supel (elastic) karena hanya memuat hal-hal pokok. Pengaturan yang lebih terinci diserahkan kepada undang-undang. Tapi, karena sifatnya supel itu, kata Mangindaan, menimbulkan berbagai penafsiran terhadap rumusan pasal-pasal yang dikandungnya. Hal itu, membuka peluang bagi berkembangnya praktik penyelenggaraan negara yang tak sesuai dengan UUD.
Lalu sejalan dengan tuntutan reformasi pada 1998, MPR melalui sidang-sidangnya (1999 s/d 2002) melakukan perubahan konstitusi dalam satu rangkaian perubahan secara sistematis, holistik, dan konprehensif. Hasilnya, menurut Mangindaan, konstitusi Indonesia menjadi konstitusi yang lebih demokratis dan modern. Sebuah konstitusi yang mampu menjadi panduan dasar dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan berbangsa, kini dan masa datang.
Namun, kata Mangindaan, memiliki konstitusi yang demokratis dan modern tdaklah dengan sendirinya berarti memiliki kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang demokratis dan modern pula. “Semua tergantung kepada sejauh mana pelaksanaan konstitusi tersebut,” uangkap Mangindaan. Dia lalu menyebut kejadian di Tanah Air belakangan ini justru menunjuk perilaku penyelenggara negara dan masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi kita.
MPR RI bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menggelar seminar dengan tema Memperkuat Konsistensi
- IHSG Anjlok, Waka MPR: Kuatkan Basis Investor Instituional Domestik
- Gelar Bazar Murah di Subang, Waka MPR: Ringankan Beban Masyarakat
- Waka MPR Jajaki Peluang Investasi di Bidang Teknologi Karbon Rendah
- Dukung Eksistensi BPKH, Ketua MPR: Penting untuk Meringankan Biaya Haji
- Anak Menkum Supratman dan Ahmad Ali Dilaporkan ke KPK terkait Pemilihan Pimpinan MPR dan DPD
- Waka MPR Apresiasi Penjelasan Dirut Pertamina: Redam Kegundahan Publik