Muchachos

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Muchachos
Kapten Argentina Lionel Messi saat memamerkan trofi Piala Dunia 2022. Foto: Twitter/FIFAWorldCup

Selama 30 tahun Argentina tenggelam karena gagal menjadi juara dunia. "Kawan-kawan, kita punya harapan lagi’’. Begitu penggalan lagu itu.

Luka selama lebih dari tiga dekade hilang dalam sekejap ketika skuad Lionel Scaloni, yang dipimpin oleh Messi, merayakan kemenangan Piala Dunia mereka yang ketiga, setelah 1978 dan 1986, di babak final keenam mereka.

Turnamen dimulai dengan kejutan bagi Argentina. "Di mana Messi? Di mana Messi?" tanya para suporter Arab Saudi setelah kemenangan tak terduga tim mereka dengan skor 2-1 di pertandingan perdana babak grup.

Kalimat itu sindiran sekaligus cambuk lecutan bagi Messi. Lionel Messi ialah ‘’The GOAT’’, The Greatest Of All Time, pemain sepak bola terhebat sepanjang zaman. 

Akan tetapi, menghadapi Arab Saudi yang tidak diunggulkan, Argentina tidak berdaya. 

Sihir Messi yang biasanya menjadi mukjizat tiba-tiba lenyap. Fan Agentina hanya bisa tertunduk dan terdiam.

Seluruh dunia terkesiap. Rundungan terhadap Messi dan Argentina datang bergelombang. 

Lagu ‘’Don’t Cry For Me Argentina’’ diputar lagi untuk meledek Messi dan Argentina. Sepak bola Argentina bisa tamat riwayatnya kalau sampai gagal di fase grup.

Final kali ini seperti final milik Messi. Ini adalah kesempatan terbesar dan, mungkin, terakhir bagi La Pulga, Si Kutu Messi untuk mengangkat tropi Piala Dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News