Muhaimin Tunggu Persetujuan Lima Kyai
Selasa, 11 November 2008 – 20:35 WIB
![Muhaimin Tunggu Persetujuan Lima Kyai](https://cloud.jpnn.com/photo/image_not_found.jpg)
Muhaimin Tunggu Persetujuan Lima Kyai
JAKARTA – Ketua Dewan Tanfidz (Keta Umum) DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar tak akan latah menerima tawaran sebagai capres ataupun cawapres. Menurutnya, sebelum memutuskan untuk bersedia menjadi capres, Muhaimin akan berkonsultasi dengan lima orang kyai. Muhaimin yang juga Wakil Ketua DPR itu melanjutkan, dorongan yang kuat di internal PKB adalah agar partai yang dirintis Gus Dur itu mengusung capres dari kalangan muda. Namun tentang keputusan pencapresannya, Muhaimin juga akan melihat perkembangan yang ada. "Kita lihat sampai Desember nanti," kilahnya.
"Saya akan istikharah, berpikir dan bertanya pada sekurangnya lima kyai dan beberapa orang pengurus utama DPP PKB," ujar Muhaimin kepada wartawan usai membuka Simposium Nasional Kebangkitan Indonesia dan Musyawarah Kerja Nasional PKB di Gedung Balai Kartini Jakarta , Selasa (11/11).
Baca Juga:
Politisi yang biasa dipanggil dengan nama Cak Imin ini menambahkan, sah-sah saja jika ada wacana dari DPW-DPW PKB yang akan mengusungnya sebagai capres. Alasannya, pencalonan itu hanya sekedar varian. "Karena masih terbuka peluang untuk penetapan kriteria maupun calon alternatif. Harus diakui, banyak desakan agar PKB mengusulkan capres dari kalangan muda. Tapi aspirasi itu masih akan kita bahas," kilahnya.
Baca Juga:
JAKARTA – Ketua Dewan Tanfidz (Keta Umum) DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar tak akan latah menerima tawaran sebagai capres ataupun
BERITA TERKAIT
- KPK akan Panggil Tan Paulin, Ahmad Ali, dan Japto dalam Kasus Rita Widyasari
- Komite I DPD Apresiasi Langkah Menteri Nusron Wahid Menyelesaikan Kasus Pagar Laut
- Staf Anggota DPR Hafisz Thohir Mangkir dari Panggilan KPK
- 4 Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Mbak Ita Ternyata....
- Danone Indonesia dan MPKU Muhammadiyah Gelar Edukasi Akbar Sekolah Sehat
- Pengamat Sebut KPK Harus Lanjutkan Kasus Hasto, Jangan Jadi Alat Barter Kekuasaan