Muhammad Asichin, Bekas Anak Nakal yang Jadi Penjaga Arsip Nasional
Menjembatani Tuntutan Keterbukaan dengan Keharusan Menjaga Kerahasiaan
Selasa, 17 Januari 2012 – 03:23 WIB
"Sepertinya sudah puluhan tahun gudangnya tidak dibuka. Pintunya sudah tak bisa dibuka, terpaksa masuk lewat jendela. Debunya pun luar biasa tebalnya. Ibaratnya masuk manusia, keluar jadi monyet. Tapi alkhamdulillah banyak sekali arsip-arsip penting yang sudah kita selamatkan," kenangnya.
Kini, koleksi dokumen dan arsip ANRI terus bertambah. Arsip itu berupa dokumen, remaman video hingga microfilm. Termasuk pula koleksi arsip yang bernilai sejarah tinggi. "Naskah asli Perjanjian Helsinki baru saja kita terima. Kita pro aktif agar itu disimpan di sini," katanya.
Sedangkan koleksi tertua Arsip Nasional berangka tahun 1602. "Arsip tentang asal-usul keturunan. Tinggalan VOC," urainya.
Tapi siapa nyana, orang yang diserahi tanggung jawab besar mengurus arsip-arsip termasuk yang berkategori kerahasiaan tinggi, dulunya adalah remaja yang badung. Asichin tak ragu-ragu mengaku bahwa dirinya tumbuh dan beranjak remaja di salah satu sudut kota Semarang yang dianggap sebagai daerah hitam. "Namanya daerah Pethek, dekat dengan pelabuhan," tutur pria kelahiran Semarang, 23 Maret 1953 itu.
Menjadi Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ARNI) nyaris tak terbayangkan di benak Muhammad Asichin. Sempat dicibir saat memilih jadi pegawai
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408