Muhammadiyah Bersaing dengan Negara
Jumat, 09 Juli 2010 – 00:26 WIB
Berbeda dengan era setelah kemerdekaan, dan terlebih-lebih setelah Orde Baru, pemerintah Republik Indonesia asyik membangun pendidikan umum dan agama, yang sebetulnya sudah digarap oleh Muhammadiyah, NU, Taman Siswa dan sebagainya sejak era kolonial. APBN digunakan habis-habisan, suatu sumber dana yang tentu saja tak dimiliki oleh Muhammadiyah.
PGA dan PGAA Muhaamdiyah dan belakangan berubah menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Muhammadiyah bersaing dengan madrasah milik pemerintah. Bahkan sejak tingkat Ibdidaiyah (SD) hingga perguruan tinggi, perguruan milik pemerintah secara perlahan menggusur dan mengalahkan pendidikan kaum civil society ini.
Jelas saja perguruan milik pemerintah lebik eksis. Bangunannya berasal dari uang negara, juga gaji para guru dan dosen termasuk buku-buku dan peralatannya. Mustahil Muhammadiyah yang mengandalkan dana masyarakat itu bisa bersaing dengan perguruan milik pemerintah yang justru dibiayai dengan APBN dan APBD, yang meskipun milik rakyat juga.
Hal yang sama juga menimpa berbagai proyek amal usaha Muhammadiyah di bidang sosial, kesehatan, kebudayaan, perekonomian dan sebagainya. Mayoritas amal usaha itu tak mampu bersaing dengan proyek serupa yang dipunyai pemerintah. Tak sedikit pula kemudian yang terpaksa ditutup karena ketiadaan dana.