Muhammadiyah Bersaing dengan Negara
Jumat, 09 Juli 2010 – 00:26 WIB
Adalah tidak adil melihat gerakan Muhammadiyah dewasa ini jika tak dilihat dengan pendekatan sejarah. Salah satu penyebab terbesar, adalah karena pemerintah RI juga “merebut” wilayah gerakan Muhamamdiyah, suatu hal yang ironisnya tak dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda.
***
Saya membayangkan fenomena yang dialami oleh Muhammadiyah akan berjangkit ke tubuh pemerintahan. Sekarang saja sudah kelihatan bagaimana peranan lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif mengecewakan masyarakat. Kekuasaan mereka terlalu besar, sementara yang diurus sangat banyak dan luas jangkauannya.
Tak usahlah berbicara tentang masyarakat adil dan makmur, mengurus gas elpiji yang melibatkan antardepartemen (termasuk Pertamina) saja sudah kedodoran. Korban berjatuhan, sementara pemerintah masih membagi-bagi tabung gas elpiji pengganti, berikut selang dan regulatornya, yang katanya aman dan berstandar SNI.
Sistem pendidikan nasional juga banyak dikritik ketika Negara yang tak pernah mengajar di depan siswa ikut menentukan kelulusan siswa. Belum system pendidikan perguruan tinggi yang katanya harus berstatus BHP, juga menelurkan pendidikan yang semakin mahal dan jauh dari kemampuan masyarakat di lapis menengah ke bawah.