Muhammadiyah Bersaing dengan Negara
Jumat, 09 Juli 2010 – 00:26 WIB
Sektor pertanian, kesehatan, UKM, pedagang kaki lima, masalah infrastruktur jalan, jembatan, irigasi dan sebagainya juga masih memprihatinkan. Belum lagi kasus listrik yang masih byarpet sementara tarif dasar listrik naik pula.
Bagaimana dengan penindakan kasus korupsi yang selain makin banyak saja, juga terkesan masih “pilih kasih?” Belum lagi kasus Pilkada yang berduyun-duyung ke Mahkamah Konstitusi, biayanya juga terlalu mahal ketimbang harapan yang dibayangkan rakyat setelah si Kepala Daerah terpilih.
Eh, fenomena Muhamamdiyah juga diidap oleh pemerintahan, dan jangan-jangan sebagai akibat terlalu banyak mengurus berbagai aspek kehidupan masyarakat. Padahal berbeda dengan Muhammadiyah, pemerintah masih disangga oleh APBN walaupun sebagian merupakan hutang luar negeri.
Jangan-jangan sejak awal bangsa ini sudah salah kaprah. Tidak ada semacam pembagian tugas antara pemerintah dan kalangan civil society, sehingga menjadi tumpang tindih dan di sector tertentu saling “kanibalis”, bahasa lain dari persaingan antara Negara dan dunia swasta maupun civil society.