Muktamar Minoritas
Oleh: Dahlan Iskan
“Sejak dahulu kami mengucapkannya seperti mengeja kata stasiun," ujar Arif Afandi, mantan Pemred Jawa Pos dan mantan Wakil Wali Kota Surabaya. Kini menjadi guest editor di Harian Disway.
Arif satu angkatan dengan Gus Yahya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Juga satu angkatan ketika sama-sama menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fisipol UGM.
Arif jadi ketua, sedangkan Gus Yahya jadi sekretaris. Pun di kepengurusan organisasi mahasiswa Fisipol: BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa). Arif ketuanya, Gus Yahya sekretarisnya.
Dua-duanya dari keluarga NU —tetapi memilih aktif di organisasi yang di masa lalu lebih dekat ke Masyumi. Arif dari Blitar, Gus Yahya dari Rembang –cucu kiai besar di sana dan keponakan Gus Mus.
"Saya tidak tahu kenapa nama Staquf ditulis seperti itu," ujar Arif.
Pentingkah itu? Sampai memakan beralenia-alenia di Disway ini?
Tentu tidak penting sama sekali, tetapi itu menarik –setidaknya bagi saya. Yang saya tahu, Anda semua sudah tahu: bahwa yang penting-penting dari Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama sudah habis dibahas di berbagai media.
Incumbent Ketua Umum KH Said Aqil Siroj kalah. Incumbent Katib Aam PBNU KH Yahya Staquf menang.