Mulai Hari Ini, Dolly Tinggal Memori
Setelah 40 Tahun Mewarnai Wajah Surabaya
Ketika ditanya soal rencana penutupan tersebut, Reni tergolong pasrah. Dia memilih akan pulang dan belum punya rencana terkait uang Rp 3 juta yang diberikan untuk modal usaha. “Orang tua sudah perjalanan ke sini (Surabaya, Red),’’ katanya. “Tapi, saya ngaku kerja di kafe,’’ ucapnya.
Reni juga menyebutkan bahwa dalam setahun terakhir, pelanggannya terus menurun. Kalau ditutup, Reni mengaku tidak terlalu mempermasalahkan. “Capeknya tidak enak. Karena nunggu tamu saja,” ucapnya. Teman-temannya pun memilih pulang kampung. Dari yang biasanya sekitar 60 orang, Reni mengatakan yang tersisa tinggal 30 orang.
Menurut seorang makelar yang mengaku bernama Toni, sebagian besar pelanggan sekarang berasal dari luar kota. ’’Yang dari Surabaya sendiri jarang,’’ katanya. Sejumlah isu dan perkembangan yang ada memang membuat pamor Dolly terus meredup.
Mulai adanya 192 PSK yang mengidap HIV/AIDS dan masih bekerja, semakin variatifnya pelayanan di tempat prostitusi lain (seperti panti pijat), hingga terakhir rencana penutupan yang didengungkan sejak tiga tahun lalu membuatnya terus menurun. Bahkan, banyak yang menyebut Dolly lama-lama bisa bernasib seperti Kremil, lokasi lama di Surabaya yang sudah tutup. Lama-lama makin sedikit dan akhirnya mati sendiri.
Terlepas dari kontroversi keberadaannya, deklarasi penutupan Dolly hari ini mengakhiri sejarah panjang lokalisasi yang konon jumlah PSK-nya terbanyak di Asia Tenggara itu. Dolly diperkirakan ada lebih dari 40 tahun lalu. Kapan tanggal dan bulan pasti Dolly berdiri dan bagaimana sejarahnya, masih banyak perdebatan.
Temuan Jawa Pos dari kesaksian warga sekitar dan catatan Pemkot Surabaya, Dolly berdiri pada awal 1970-an pasca penggusuran warga stren Kali Jagir oleh Wali Kota Surabaya saat itu, R. Soekotjo. Para warga korban penggusuran itu dipindahkan ke sebuah lokasi yang dekat dengan makam warga Tionghoa Kembang Kuning. Yakni, di kawasan Putat Jaya dan Girilaya. Karena kultur warga stren kali saat itu yang dekat dengan kemiskinan, pelacuran pun tumbuh.
Lalu, muncullah seorang PSK bernama Dolly. Ada dua versi mengenai PSK yang disebut-sebut masih punya darah keturunan Belanda tersebut. Yang pertama bernama Dolly van Der Mart dan yang kedua adalah Dolly Khavit. Apa pun namanya, dia mempunyai visi tidak hanya menjadi PSK. Dia kemudian mengorganisasi teman sesama PSK dan muncullah wisma pertama di kawasan tersebut.
Kawasan itu terus berkembang hingga dari jumlah PSK dan luas wilayah operasi, Dolly disebut-sebut mengalahkan distrik lampu merah Phat Pong di Bangkok, Thailand, ataupun kawasan Geylang di Singapura. Pada masa jayanya, hampir 100 ribu orang berkunjung setiap malam ke Dolly.
SURABAYA – Riwayat lokalisasi yang dulu disebut-sebut sebagai lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara, Dolly, berakhir hari Rabu ini (18/6). Pemerintah
- Menko Polkam Minta Masyarakat Tak Khawatir dengan Kenaikan PPN 12 Persen
- Kinerja Polri 2024 di Bawah Jenderal Listyo Sigit Presisi, Menuju Indonesia Emas di Tengah Netizen Cemas
- Kapolda Papua: 27 Anggota KKB Tewas Selama 2024
- Bencana di Sukabumi Pengaruhi Jumlah Wisatawan Saat Nataru
- Anggap Muslim di Indonesia Paling Beruntung, Kepala BPIP Sebut Setiap WNI Terlahir jadi Capres
- Kecam Survey OCCRP yang Serang Jokowi, Golkar Singgung PDI Perjuangan