Multitafsir UU Hambat Penuntasan Kasus HAM
Kamis, 30 Agustus 2012 – 23:27 WIB
JAKARTA- Perbedaan pemahaman UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), dinilai sebagai penghambat utama banyaknya penyelidikan kasus pelanggaran HAM tak dilanjutkan hingga ke persidangan oleh kejaksaan.
Agar tak berkepanjangan, Komnas HAM mengajak Kejagung untuk berdialog bersama membahas masalah ini. Menurut Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh, selama ini Kejagung selalu beranggapan bahwa penyelidikan hasus pelanggaran HAM baru bisa dilakukan jika sudah terbentuk pengadilan HAM.
Pemahaman Komnas HAM justru sebaliknya. Meski tak ada pengadilan khusus HAM suatu penyelidikan tetap bisa dijalankan tanpa perlu harus ada pengadilan terlebih dahulu. Anggapan lain yang berkembang, tambah dia, UU tersebut hanya berlaku surut untuk kasus kerusuhan Tanjung Priok dan kerusuhan Timor Timur paska referendum.
Faktor lain yang cukup penting menurut Ridha, adalah kondisi politik yang langsung maupun tidak ikut mempengaruhi penyelidikan pelanggaran HAM. Keseriusan kejaksaan untuk menangani kasus pelanggaran HAM kerap dipertanyakan penggiat HAM. Terbaru, ksus pelanggaran HAM pada kudeta 1965 yang menurut Amnesty International berindikasi mengandung pelanggaran HAM.
JAKARTA- Perbedaan pemahaman UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), dinilai sebagai penghambat
BERITA TERKAIT
- Optimalkan Pelayanan, LSP Pro DB Ajukan Sertifikasi Jarak Jauh
- ASDP Apresiasi Kolaborasi Stakeholder Dukung Kelancaran Penyeberangan Selama Nataru
- Susu Tak Masuk Menu MBG di Jakarta, Kepala BGN Bilang Begini, Silakan Disimak
- Pencuri Motor Spesialis Parkiran di Banten Ditangkap Polisi
- Kerja Sama Kapolri dan Panglima TNI Dinilai Bagus dalam Pengamanan Nataru
- Kasus Pelecehan Turis Singapura di Braga Bandung Berakhir Damai