Mungkinkah Kunjungan Sri Paus Fransiskus Mengobati Luka Batin Rakyat Indonesia dan Duka Tanah Papua?

Doktrin tersebut digunakan sebagai dasar agama, hukum dan politik oleh Kerajaan-kerajaan di Eropa untuk menduduki tanah suku-suku pribumi.
Doktrin ini telah digunakan selama berabad-abad oleh banyak negara terutama yang mewarisi sistem hukum Bangsa Eropa.
Hal ini perlu menjadi catatan untuk tujuan rekonsiliasi kepada suku-suku pribumi yang hak kesulungannya dirampas oleh negara.
Dan, perlu dipastikan dalam sistem hukum Indonesia apakah masih menggunakan hukum warisan Belanda yang substansinya membahas tentang ‘Discovery Doctrine’.
Pengakuan dari Sri Paus atas kesalahan ini perlu diakui demi penyembuhan intergenerational trauma dan perasaan inferior yang sudah berakar dan tertanam dalam kesadaran kolektif masyarakat yang pernah mengalami penjajahan.
Ini juga sebagai catatan kepada negara agar tidak semena-mena mengorbankan masyarkat adat yang rata-rata hidup bergantung dari alam (hutan).
Sri Paus sudah menyatakan public apology kepada Masyarakat Pribumi atau the First Nations di Kanada pada tahun 2022 atas desakan Orang Muda Katolik dari First Nations disana.
Sebelum Paus Fransiskus melakukan permohonan maaf kepada suku pribumi di Kanada, Orang Métis dan Inuit mereka mengalami perlakuan traumatis yang berkepanjangan oleh Gereja dan juga oleh pemerintah selama bertahun-tahun.
Umat Katolik di Asia dan Pasifik menerima kabar gembira dari takhta suci di Vatikan bahwa Paus Fransiskus akan berkunjung ke wilayah ini.
- Indonesia-Vietnam Eksplorasi Peluang Kerja Sama untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Lebih Inklusif
- Sederet Kiprah Maung: dari Mobil Dinas Presiden Prabowo hingga Dipakai Paus Fransiskus
- Dunia Hari Ini: Kesehatan Paus Kembali Mengalami Kemunduran
- Hadiri Kegiatan Unika Atma Jaya, Menag Bicara soal Tantangan Keberagaman di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Vatikan Mengatakan Paus Fransiskus Masih dalam kondisi kritis
- Indonesia Tanah Air Beta