Nadia Sutanto, Penggagas Penyembuhan Trauma dengan Media Wayang
Pilih Karakter Punakawan agar Bisa Selengekan
Kamis, 10 Mei 2012 – 00:01 WIB
Letusan Gunung Merapi sudah berlalu dua tahun silam. Namun, trauma mendalam belum terhapus dari benak anak-anak pengungsi korban Merapi. Psikolog Nadia Sutanto dan sejumlah relawan Universitas Surabaya mencoba menggunakan wayang sebagai terapi penyembuhan trauma.
M. Hilmi Setiawan, Jakarta
KETIKA Merapi meletus, Universitas Surabaya mengirim relawan guna mendampingi pengungsi-pengungsi korban Merapi. Mereka ditempatkan di selter Gondang I, Wukirsari, Sleman.
Mereka menemukan trauma paling dalam dialami anak-anak usia TK. Namun, mereka sulit menemukan media yang tepat untuk menjadi bahan ajar pendidikan karakter sekaligus penyembuhan trauma.
Nadia Sutanto, dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, memeras otak untuk mencari media yang paling tepat. Berbekal diskusinya dengan sejumlah dosen serta masukan dari mahasiswanya yang kerap kuliah lapangan di Cangkringan, dia akhirnya memilih menggunakan wayang kulit. Karakter wayang dinilai menarik perhatian anak-anak sekaligus mampu menjembatani dialog yang sangat dibutuhkan untuk terapi trauma.
Letusan Gunung Merapi sudah berlalu dua tahun silam. Namun, trauma mendalam belum terhapus dari benak anak-anak pengungsi korban Merapi. Psikolog
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala